KBR, Jakarta - Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) menyatakan, pembangunan tanggul sementara di kawasan Lumpur PT Lapindo Sidoarjo tidak maksimal karena maraknya unjuk rasa warga menuntut ganti rugi.
Akibatnya, kondisi tanggul Lapindo kini kritis, atau tinggal beberapa sentimeter sehingga luberan lumpur bisa terjadi kapan saja. Padahal, menurut Juru bicara BPLS Nanto Prasetyo, tujuan pembuatan tanggul sementara yaitu untuk mencegah lumpur masuk ke desa Jatirejo, serta melindungi rel kereta api dan jalan raya Porong.
"Pembuatan tanggul tangkis sementara untuk mengalirkan lumpur yang mengarah di tanggul yang berada di titik kritis bisa mengalir ke selatan, untuk selanjutnya bisa kami alirkan ke kali Porong. Hanya saja kami waktu itu melakukan sore hari dan siang harinya sudah di demonstrasi warga, sehingga penanganan tidak maksimal. Akibatnya titik itu mengalami kritis kembali," kata Nanto Prasetyo dalam Program Sarapan Pagi KBR (09/05)
Kondisi tanggul kolam lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, kian kritis. Berdasarkan pantauan di lapangan, tinggi permukaan air di kolam lumpur di Kecamatan Porong hampir sejalar dengan permukaan tanggul.
Perusahaan PT Minarak Lapindo Brantas melakukan pengeboran di sumur Banjarpanji hingga keluar semburan lumpur sejak 29 Mei 2006. Semburan lumpur menenggelamkan 671 hektar wilayah Sidoarjo di tiga kecamatan, yakni Porong, Tanggulangin dan Jabon.
Daerah yang tenggelam meliputi permukiman warga, kawasan industri, infrastruktur, sawah dan tambak. Tunggakan pembayaran ganti rugi mencapai Rp781 miliar atau sekitar 20 persen. Alasannya, PT Lapindo Brantas pailit.
Editor: Antonius Eko