KBR68H, Jayapura - Kepolisian Papua membantah adanya tudingan yang menyebutkan Kapolda Papua, Tito Karnavian menerima aliran dana dari Labora Sitorus (LS), anggota Polres Raja Ampat yang memiliki rekening gendut senilai Rp 1,5 triliun.
Juru bicara Polda Papua, Sulistyo Pudjo Hartono menuturkan atasannya itu tak menerima sepersenpun uang dari LS. Ini didukung bahwa Tito baru menjabat sebagai Kapolda Papua pada 25 September 2012, sedangkan aliran dana yang dituding mengalir ke sejumlah perwira di jajaran Polda Papua adalah dari Januari-Juni 2012.
“Kalau transfer, silahkan dibuktikan, tentu saja itu sangat, apakah benar orang yang tersebut, yang menerimanya kan gitu. Sampai pada siapa, ya kan yang menerima siapa. Nomor rekening mana. Kalau secara tunai, tentu saja bisa saja orang itu mengada-ada,” jelasnya.
Saat ini, isu tentang Kapolda Papua, Tito Karnavian menerima aliran dana dari LS beredar di masyarakat setempat. Tito diisukan menerima dana dari LS sekitar Rp 629 juta, ketika berkunjung ke Raja Ampat bersama pengusaha Tomy Winata dan Wakapolri Nanan Sukarna beberapa bulan lalu.
Selain Tito, bekas Kapolda Papua Bekto Suprapto juga diduga menerima aliran dana LS dengan kisaran miliaran rupiah dan juga menerima sejumlah barang, diantranya Kamera merek Canon 1D. Saat menjabat Kapolda Papua, Bekto pernah meresmikan galangan kapal milik LS, bernama Rotua. Kapolda Papua, Bigman Lumban Tobing juga diduga menerima aliran dana LS.
Sebelumnya Lembaga pemantau kepolisian (IPW) mengklaim 33 pejabat kepolisian diduga menerima aliran dana dari LS. Nilai uang yang mengalir diperkirakan lebih dari Rp 10,9 miliar selama 15 bulan. IPW mendesak kepolisian dan PPATK memeriksa pejabat polisi yang menerima aliran dana tersebut. Kepolisian Papua mengklaim saat ini sedang memeriksa 17 anggotanya yang diduga menerima aliran dana LS.
Labora Sitorus dijerat dengan 3 pasal yakni UU Migas, Kehutanan dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Labora didakwa menjalankan bisnis ilegal migas dan kayu. Ia juga diduga memiliki transaksi di rekening bank dalam kurun waktu 5 tahun senilai Rp 1,5 triliun. Akibat perbuatannya, LS dapat dikenai hukuman 7 tahun penjara. Namun LS membantah usahanya ilegal, karena semua usahanya memiliki surat izin lengkap dan sah dari pemerintah.
Editor: Antonius Eko