Bagikan:

Nasib Petani di Mata Mahasiswa Cirebon

Hari Tani Nasional yang jatuh pada hari ini (24/9) diperingati ratusan mahasiswa dari Solidaritas Mahasiswa Pertanian Cirebon dengan melakukan refleksi. Aksi damai turun ke jalan dilakukan dengan berorasi di depan Kampus Universitas Swadaya Gunungjati (Un

NUSANTARA

Selasa, 24 Sep 2013 14:53 WIB

Author

Suara Gratia

Nasib Petani di Mata Mahasiswa Cirebon

Nasib Petani, Mahasiswa Cirebon

KBR68H, Cirebon – Hari Tani Nasional yang jatuh pada hari ini (24/9) diperingati ratusan mahasiswa dari Solidaritas Mahasiswa Pertanian Cirebon dengan melakukan refleksi. Aksi damai turun ke jalan dilakukan dengan berorasi di depan Kampus Universitas Swadaya Gunungjati (Unswagati) Kota Cirebon. Aksi dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju kantor RRI Cirebon di Jalan Brigjend Dharsono (By Pass).

Refleksi ini sebagai syok terapi bagi pemerintah, karena luas lahan pertanian di wilayah Cirebon semakin hari semakin menyusut. Pasalnya banyak lahan produktif yang berubah fungsi menjadi perumahan dan sejumlah lahan bisnis. Menyempitnya lahan produktif berimbas pada kelangsungan hidup petani. Sehingga, demi menyambung hidup, pelan tapi pasti mereka akan beralih profesi karena mereka kehilangan sumber mata pencaharian.

Ketua Umum Solidaritas Mahasiswa Pertanian Unswagati Cirebon, Willy Dwi Aditya menyatakan, pada peringatan kali ini, kelompoknya memberikan terapi khusus kepada pemerintah agar amanat konstitusi seperti dalam Undang Undang 1945 Pasal 33 Ayat 3, berjalan dengan baik, dan petani tidak kehilangan hak-haknya sebagai warga negara.

“Namun, yang terjadi adalah dimana tragedi kemanusiaan akibat konflik agraria/sengketa tanah terus terjadi dan tetap rakyat petani lemah yang menjadi korbannya,” tegas Willy.

Ia menuding pemerintah telah memeras dan merampas sumber daya alam dan sumber daya manusia habis-habisan. Ini dilakukan dengan alih fungsi lahan pertanian untuk pemilikan tanah bersekala besar, pembangunan infrastruktur, perumahan elite, hutan tanaman industri dan pabrik-pabrik besar. Keberadaan itu semua, kata Willy, merampas kekayaan alam, budaya, dan ekonomi petani serta rakyat desa, hingga mempengaruhi ketenagakerjaan pemuada desa. “Teramat banyak ancaman dan tantangan kehidupan petani Indonesia saat ini dan mereka terus tertindas,” tegas Willy.

Aktivis lainnya Andri menyatakan, melalui refleksi ini menuntut kepada pemerintah melakukan kembali program land reform. Pemerintah harus menyelesaikan kasus sengketa-sengketa tanah dengan tidak mengkriminalisasi petani, pemantapan optimalisasi dan peningkatan kualita SDM petani.

“Kami bersama ratusan kawan-kawan di sini menuntut pemerintah bersikap tegas terhadap kasus-kasus agraria yang menindas kelangsungan hidup petani. Di Cirebon sendiri, sudah banyak lahan pertanian berubah fungsi menjadi perumahan, perkantoran, dan lahan bisnis lainnya, yang ujung-ujungnya merampas hak mereka untuk mendapatkan kehidupan yang layak”. (Frans C. Mokalu)

Sumber: Suara Gratia
Editor: Anto Sidharta

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending