Bagikan:

Keanehan Kuota Gula Rafinasi Versi BPK

Setelah mengaudit program swasembada daging, kini BPK memeriksa program swasembada gula yang dicanangkan pemerintah. Dari audit pendahuluan BPK menemukan kebutuhan terhadap gula rafinasi tidak sebesar kuota yang ditentukan pemerintah.

NUSANTARA

Rabu, 25 Sep 2013 11:26 WIB

Author

Pas FM Pati

Keanehan Kuota Gula Rafinasi Versi BPK

Kuota Gula Rafinasi, BPK

KBR68H, Kudus- Setelah mengaudit program swasembada daging, kini BPK memeriksa program swasembada gula yang dicanangkan pemerintah. Dari audit pendahuluan BPK menemukan kebutuhan terhadap gula rafinasi tidak sebesar kuota yang ditentukan pemerintah.

Anggota BPK Ali Masykur Musa mengatakan, saat ini pemerintah menentukan kuota gula rafinasi untuk industri sebesar 2.256 ton. Namun data dari audit pendahuluan BPK menunjukkan kebutuhan industri makanan dan minuman tidak sebanyak itu.

Menurut Ali, hal ini mengakibatkan potensi perembesan gula rafinasi ke pasaran sangat besar. Membanjirnya gula rafinasi telah merugikan petani tebu, karena harga gula impor lebih murah dari harga gula produksi petani. Harga gula ditingkat lelang merosot sementara biaya produksi kian meningkat.

Penggunaan gula rafinasi juga tidak hanya untuk bahan baku industri tapi sudah merambah ke bidang lainnya. Untuk memastikan ada tidaknya penyimpangan, lanjut Ali, saat ini BPK sedang melakukan pemeriksaan. Ia mencontoh kasus impor daging yang telah selesai diperiksa, pemeriksaan difokuskan pada sisi hulunya yang berkaitan data kebutuhan dan kemampuan petani untuk menyediakan gula. Kemudian juga pada sisi kemudahan melakukan impor yang kemungkinan menjadi celah penyimpangan.

“Kebanyakan yang sekarang terjadi penggunaan gula rafinasi tidak hanya untuk bahan baku industri tapi sudah masuk menjadi bahan baku lain. Contohnya swasembada daging yang sudah kita periksa, ada dua masalah yaitu dari sisi hulunya sendiri tapi juga dari sisi kemudhan impor yang menyebabkan ketahanan pangan dibidang daging menjadi lema,” jelas Ali di Kudus, (25/9).

Ali Masykur Musa menambahkan, melihat permasalahan yang terjadi pada Industri gula nasional, BPK merekomendasikan beberapa hal antara lain pemerintah harus memperhatikan petani tebu dari sisi hulunya seperti subsidi untuk tehnis budiday. Selain itu, pemerintah harus memperhatikan jaminan harga jual yang menguntungkan saat panen. Jika perlu ada semacam asuransi agar petani mendapat kepastian keuntungan dari hasil pertaniannya.

Pemerintah juga harus benar-benar mengawasi kebijakan impor gula. Impor harus benar-benar sesuai kebutuhan dan pemerintah juga harus memastikan tidak ada penyelundupan gula. Selain itu mesin-mesin produksi milik pabrik milik BUMN juga harus dibenahi agar produksi menjadi lebih efisien. (Ahmad Rodly)

Editor: Anto Sidharta

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending