KBR68H, Trenggalek - Kementerian Pendidikan menyatakan baru 40 persen atau 16 ribu jiwa anak berkebutuhan khusus di Indonesia yang tersentuh pendidikan.
Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus, Mudjito mengatakan, saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus mencapai 300 ribu jiwa lebih. Kata dia, pihaknya optimistis permasalahan tersebut akan tertangani seiring peluncuran gerakan pendidikan inklusi di berbagai daerah.
Meski begitu ia mengakui pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus terkendala persoalan dari keluarga, lingkungan dan sekolah. Pasalnya orangtua kerap tertutup dengan kondisi anaknya itu. Sedangkan lingkungan, cenderung mendiskreditkan anak berkebutuhan khusus.
"Perkembangannya cukup drastis. Dengan model (gerakan) seperti ini, kemudian disapu, sekolah-sekolah semua melayani, dalam satu tahun itu perkembangannya bisa sampai 11 ribu. Stigma semacam inilah yang harus kita hapus bersama-sama. Makanya gerakan untuk memberikan pendidikan inklusif ini adalah salah satu caranya. Ke depan kami harap tidak ada lagi diskriminasi, anak-anak kebutuhan khusus harus kita hargai dan mendapatkan posisi yang layak," kata Mudjito.
Sementara itu sesuai dengan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga kini terdapat 25 kabupaten kota yang telah menyatakan komitmennya untuk menuntaskan masalah pendidikan inklusif.
Setiap kabupaten tersebut mewajibkan beberapa sekolah yang ditunjuk untuk menerima siswa dengan kebutuhan khusus. Mudjito mengklaim, tahun ini telah ada 40 kabupaten/kota yang siap untuk mengikuti program pengentasan pendidikan anak yang berkebutuhan khusus.
Editor: Antonius Eko