“Sebenarnya kita harus antisipasi, bukan hanya ketika setelah konflik baru kita ke sana beramai–ramai mempertemukan tidak, harus ada kegiatan masyarakat yang sifatnya kebersamaan. Apa itu koperasi bareng, bagi-bagi sembako bersama muslim dan non muslim mungkin tak akan terjadi seperti itu,” kata Said di Malang, Minggu (31/7).
Ia menambahkan, solusi utama adalah membangun kebersamaan antar kelompok sejak awal. Pemerintah dan tokoh masyarakat baru bertindak jika sudah terjadi gesekan antar kelompok.
“Kalau sudah meledak baru ramai–ramai ke sana, ada pertemuan antar agama. Kalau sudah kebakaran baru datang,” ucapnya.
Baca: Aliansi Sumut Bersatu: Kesepakatan Damai Tak Cukup Redam Konflik
Said Aqil menyatakan, setiap konflik adalah akibat dari akumulasi problem sosial. Baik itu akibat dari kesenjangan ekonomi, sosial, budaya, intelektual dan sebagainya. Membangun kebersamaan dan juga menekan kesenjangan bisa memutus akar konflik tersebut.
Sebelumnya, konflik terjadi di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara. Dari laporan tim pendamping yang diterjunkannya, diperoleh data ada 14 tempat ibadah yang mengalami penyerangan, dua di antaranya sudah bisa digunakan kembali yakni satu Vihara dan satu Klenteng.
Baca juga: Kerusuhan Tanjung Balai, Menkopolhukam: Penyelesaian Bukan dengan Main Hakim Sendiri
Editor: Sasmito