KBR, Rembang - Sebagian warga Rembang, Jawa Tengah mengabaikan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tetap menukarkan uang baru ke jasa penukaran uang. Sebelumnya, MUI menyatakan pembelian uang baru melaui jasa penukaran uang hukumnya haram.
Sri Purwati, seorang warga menuturkan semula sempat datang ke bank, untuk menukarkan uang baru. Tapi karena diminta menunggu selama dua minggu, terpaksa ia beralih memanfaatkan jasa penukaran uang. Nantinya uang baru tersebut akan dibagikan kepada anak anak pada Hari Raya Idul Fitri.
“Biasanya dibagi ke anak anak, tahun lalu sedia Rp 500 ribu. Ya senang saja, kalau ada anak datang ke rumah saya. Sempat datang ke bank untuk nukar uang baru, tapi diminta menunggu 2 minggu, kan lama, “ ungkapnya, Minggu pagi (27/7).
Sementara itu, Sugiyanto, selaku penyedia jasa penukaran uang menjelaskan setiap uang baru senilai Rp 100 ribu, maka dibebankan tambahan Rp 15 ribu. Berlaku pula untuk kelipatannya. Sugiyanto mengaku tak peduli dengan fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menilai ada unsur riba dalam kegiatan tersebut. Ia beralasan transaksi atas dasar kesepakatan kedua belah pihak, tanpa paksaan. Sedangkan uang jasa, menurutnya masih wajar untuk bisnis musiman semacam itu.
Editor: M Irham