KBR, Lhokseumawe – lima ribu hektar Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang membelah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, diperkirakan mengalami kerusakan parah. Hampir sebagian besar kerusakan KEL dikibatkan faktor program alih fungsi lahan yang digalakkan pemerintah daerah setempat.
Aktivis Lingkungan Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar mengatakan, selain alih fungsi lahan, maraknya aksi perambahan hutan atau ilegal logging menjadi penyebab kawasan itu diambang punah.
Kata dia, kedua Pemda bersangkutan harus bertanggung jawab dalam penyelamatan keanekaragaman alam tersebut khususnya terkait izin pemanfaatan Leuser.
“Di Kabupaten Aceh Tenggara misalnya, beberapa kali terjadi banjir bandang. Itu juga indikasi, bahwa di beberapa titik KEL sudah hancur,” kata Zulfikar.
“Kemudian juga kalau catatan Kita kemarin itu justru paling banyak terjadi alih fungsi lahan hutan itu terjadi di wilayah KEL, pertama di Subussalam dan kedua di Nagan Raya. Wilayah ini kalau dalam peta memang masuk KEL,” tambahnya.
Sementara itu, ribuan hektar areal Kawasan Ekosistem Leuser di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, terancam punah. Hal itu menyusul dikeluarkanya izin Rencana Kerja Tahunan (RKT) kepada PT Mandum Payah Tamita oleh Pemerintah Aceh.
Kepala Bidang Kehutanan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Aceh Utara, Muhammad Ichwan membenarkan, KEL sangat rawan rusak akibat aktivitas perusahaan dari Malaysia itu.
Sementara itu seribuan masyarakat dari 20 Desa di Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara, mengancam akan melakukan aksi perlawanan terhadap perusahaan Malaysia tersebut. Termasuk, berencana menggagalkan program penebangan pohon besar untuk dijadikan tanaman sawit dan kayu campuran.
Perwakilan Masyarakat Desa Batu Ular, Kecamatan Cot Girek setempat, Ismail mengatakan, pihaknya khawatir KEL akan punah. Pasalnya, 10 unit alat berat dikerahkan PT Mandum Payah Tamita, guna melakukan pembersihan lahan. Artinya, aksi perambahan hutan secara seporadis dapat mengundang bencana alam banjir dan tanah longsor.
Editor: Antonius Eko