Baru sebulan umur penghargaan Adipura Kencana sebagai kota metropolis terbersih di Indonesia, Kota Palembang mulai bertabur sampah. Plastik-plastik berisi sampah terlihat teronggok menumpuk di pembatas jalan saat masuk ke Kota Lampung. Sampah itu sengaja dibuang warga, untuk kemudian diambil oleh petugas Dinas Kebersihan Kota Palembang di sore hari.
“Kami tidak punya bak sampah. Pemerintah tidak membuat bak sampah untuk masyarakat di sini. Dari pada kami tumpuk di depan rumah, ya, mendingan di pembatas jalan sehingga gampang diambil petugas kebersihan,” kata Mang Dul, warga Kembang Agung, Kertapati, Seberang Ulu, Palembang.
“Kami mau saja tidak membuang sampah di sini, kalau ada bak sampah. Idealnya setiap satu kilometer harus ada bak sampah,” jelasnya. Di sepanjang ruas jalan ini, hanya ada satu bak milik Pemkot Palembang.
Kondisi ini kontras dengan apa yang baru saja diterima Kota Palembang sebagai kota metropolis terbersih di Indonesia. Awal Juni 2014 lalu, Wakil Presiden Boediono menganugerahi Palembang Adipura Kencana.
600 ton per hari
Palembang dengan jumlah penduduk mencapai 1,8 juta jiwa menghasilkan sampah sekitar 600 ton per hari. Pemkot Palembang mengaku menghadapi banyak kendala, seperti harus menyediakan 200 truk untuk mengangkut sampah.
“Saat ini ada 95 truk sampah. Semuanya dalam kondisi baik,” kata Agung Nugroho, Kepala Dinas Kebersihan Kota Palembang, belum lama ini.
Dulu, volume sampah berkisar 400-500 ton per hari. Namun seiring meningkatnya aktivitas masyarakat, termasuk berkembangnya bisnis kuliner rumah tangga, volume sampah pun meningkat.
Sampah-sampah itu dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) Sukawinatan seluas 25 hektar. Sebagai penunjang, digunakan pula TPA Karyajaya seluas 40 hektar. Jika sampah itu tidak ditekan, diperkirakan dua TPA ini hanya mampu menampung sampah lima hingga sepuluh tahun ke depan.
Guna mengurangi penumpukan sampah Pemerintah Palembang membuat proyek pembangkit listrik berbahan gas metan yang dilaksanakan PT Gikoko Palembang. Saat ini ratusan kilo watt sudah dialirkan ke rumah-rumah sekitar TPA tersebut.
Peraturan pembatasan sampah plastik
Hilmin Sihabuddin dari Green Sivijaja mengatakan persoalan sampah tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia. Yang dapat dilakukan adalah menekan sampah dan menghindari sampah yang tidak gampang larut.
“Makanya, kita selama ini berkampanye untuk menghindari penggunaan sampah berbahan plastik. Tapi, gerakan ini tampaknya kurang didukung pemerintah,” katanya.
Hilmin mengharapkan Pemerintah Palembang membuat peraturan yang membatasi penggunaan plastik pada perusahaan penghasil produk makanan dan minuman. “Perusahaan tersebut memiliki petugas atau membeli kembali sampah dari produk mereka. Misalnya mi instan, minuman botol, dan lainnya. Selama negara tidak mengambil peran, persoalan sampah yang tidak dapat gampang larut akan memenuhi Kota Palembang. Tanah Palembang akan dipenuhi sampah plastik dan berbagai persoalan lingkungan baru akan muncul,” ujarnya.
Pemerintah Palembang sendiri telah melakukan kampanye soal sampah hingga ke sekolah. Beberapa sekolah bahkan melarang siswanya menggunakan sampah plastik. Ironinya, berdasarkan pemantauan hampir semua kantin di sekolah terus menjual makanan atau minuman yang berbungkus plastik.