KBR, Banyumas – Kekeringan menyebabkan puluhan hektar sawah tadah hujan di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah dipastikan puso. Sedangkan ratusan hektar lainnya dalam kategori rawan, lantaran curah hujan yang minim pada akhir Mei hingga Juni ini.
Petugas Balai Penyuluh Pertanian Kabupaten Banyumas, Suwarsono mengatakan yang sudah dipastikan puso adalah wilayah-wilayah yang jauh dari sumber mata air dan aliran sungai. Jumlahnya diprediksi sudah mencapai puluhan hektar. Irigasi tetes menggunakan mesin penyedot air tidak bisa dilakukan karena tidak adanya sumber air. Praktis, sawah ini hanya mengandalkan air hujan untuk mencukupi kebutuhan air. Usia rata-rata yang terancam puso adalah antara 50 hingga 70 hari setelah tanam.
"Kalau hektarnya kita tidak bisa menghitung total hektarnya ya. Soalnya masih spot-spot. Spot yang kaya gini hanya terjadi pada petani yang telat mengantisipasi (telat tanam dan menyiram). Kalau yang terantisipasi sepertinya bisa diselamatkan. Persentasenya kita juga tidak bisa menyebut ya, tapi yang jelas sudah ada yang tidak bisa diselamatkan,"kata Suwarsono (22/6/2015).
Sementara, petani di Dusun Karangreja Kecamatan Lumbir, Soim mengatakan selain masalah kekeringan, petani di desanya menghadapi penyakit kering daun dan batang. Masyarakat setempat menyebutnya penyakit ‘kresek’. Pada mulanya, tanaman padinya terlihat sehat sampai masa vegetatif usai. Namun saat masuk masa generatif (berbunga), daun dan tanaman tanaman padi mengering.
Data di Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Banyumas menyebut, dari
33 ribu hektar sawah, 6500 hektar diantaranya merupakan sawah tadah hujan. Diketahui,
sawah tadah hujan amat beresiko kekurangan air di masa tanam kedua.
Editor: Rony Sitanggang