KBR,Kolaka- Bupati Kolaka, Sulawesi Tenggara, Ahmad Safei akan mencabut izin usaha pelayaran yang ada di Kolaka. Hal ini dipicu oleh tidak adanya kontribusi pengusaha jasa pelayaran di Kolaka terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Padahal selama ini Pemda Kolaka hanya meminta Rp.200.000 sebagai retribusi tiap kapal fery yang berlabuh. Retribusi tersebut diberlakukan bagi seluruh perusahaan terkecuali PT. ASDP yang merupakan perusahaan milik Negara.
“Sekarang kita pikir saja selama puluhan tahun mereka mendirikan usaha di Kolaka dan tidak pernah memberikan kontribusi apa pun sama daerah. Yang kami minta itu hanya Rp.200.000 satu kali berlabuh, tidak banyak. Tetapi tidak mau juga, bahkan sudah pernah kita undang rapat bersama dan juga tidak ada tanggapan apapun. Nanti saya akan panggil satu kali lagi, kalau masih tidak mau ikut aturan daerah maka akan saya cabut izin mereka,” kata Ahmad Safei, Rabu (11/06/2014).
Ia menambahkan para pengusaha itu tidak menunjukkan etikat baiknya untuk mendukung pembangunan daerah Kolaka.
“Enak saja mereka mau berusaha di Kolaka tapi tidak mau membantu. Kami juga sudah menghitung, jika retribusi untuk sekali berlabuh itu tidak bakal membuat pengusaha kapal fery merugi,” tegasnya.
Untuk perusahaan swasta diharapkan tidak berpatokan kepada PT. ASDP sebab khusus untuk ASDP masalah retribusi telah diatur dalam peraturan kementerian Perhubungan.
“Apa urusannya mereka dengan ASDP. ASDP itu BUMN, kalau ASDP memang punya aturannya sendiri. Tapi untuk yang swasta ini harus mentati aturan daerah kami,” cetusnya.
Secara terpisah salah satu perwakilan dari perusahaan pelayaran menyatakan bahwaa keinginan Bupati Kolaka tersebut sulit dipenuhi karena sepinya penumpang.
“Kalau sekarang harus membayar Rp. 200 ribu masih sulit, penumpang lagi sepi. Kalau bisa ada kebijakan lain lah dari Pemda,” katanya.
Di pelabuhan fery Kolaka sendiri terdapat 10 kapal roro yang melayani pelayaran dari Kolaka menuju pelabuhan Bajoe, Sulawesi Selatan. Dalam satu hari terdapat 5 kali jadwal keberangkatan. Namun sayangnya dengan jadwal yang padat itu para pengusaha masih enggan membayar retribusi.
Editor: Luviana