Bagikan:

Makanan Basi dan Ulat di Menu MBG SMK 4 Yogyakarta

Temuan itu membuat siswa yang bersangkutan trauma mengonsumsi kembali menu Makan Bergizi di sekolah.

NUSANTARA

Rabu, 07 Mei 2025 13:15 WIB

Author

Ken Fitriani

Makanan Basi dan Ulat di Menu MBG SMK 4 Yogyakarta

Temuan ulat dalam program Makan Bergizi di SMK 4 Yogyakarta. Foto: SMK 4 Yogyakarta

KBR, Yogyakarta- Makanan basi, ulat, dan buah busuk ditemukan dalam menu program Makan Bergizi di SMK 4 Yogyakarta belum lama ini. Temuan itu membuat siswa yang bersangkutan trauma mengonsumsi kembali menu Makan Bergizi di sekolah.

Kasus ini direspons Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kepala Disdikpora DIY, Suhirman telah mengundang kepala SMK 4 Yogyakarta untuk dipertemukan dengan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terkait keluhan tersebut.

"Tadi, kami temukan dengan SPPG supaya nanti hal-hal yang kurang dilengkapi bersama supaya MBG di SMK 4 Yogyakarta itu berjalan dengan baik," katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa, (6/5/2025).

Suhirman membenarkan soal adanya makanan basi, ulat, dan buah busuk di menu Makan Bergizi di SMK 4 Yogyakarta. Namun, ia berdalih, kejadiannya bukan baru-baru ini. Menurutnya, dari ribuan porsi makanan yang disediakan, temuan ulat dan makanan basi hanya terjadi satu kali.

"Ulatnya itu sudah yang lama kok itu, bukan yang kemarin, kok. Relatif kecil-kecillah hambatannya, disikapi enggak masalah," ujarnya.

Antisipasi

Suhirman mengungkapkan, untuk mengantisipasi berulangnya kejadian serupa, Pemda Yogyakarta akan mengevaluasi dan mengawasi salah satu program andalan Presiden Prabowo tersebut.

"Kami bertugas menjembatani komunikasi antara sekolah dan SPPG, serta mendorong evaluasi bersama jika ada laporan kekurangan dari lapangan," ungkapnya.

"Kalau ada beberapa hal yang sekiranya kurang maksimal, itu bisa dimaksimalkan dalam pelayanan Makan Bergizi Gratis ini," jelas Suhirman.

Di sisi lain, kata Suhirman, apabila pelaksanaan Makan Bergizi dirasa memberatkan sekolah, dia mengingatkan akan manfaatnya yang jauh lebih besar, terutama untuk pembentukan karakter siswa.

"Kalau menambah pekerjaan, iya. Tetapi, itu kan untuk kepentingan bersama. Manfaat bagi siswa lebih banyak daripada tenaga yang dikeluarkan. Salah satu dari tugas guru dan sekolah, ya, membantu untuk pelaksanaannya MBG ini," tandasnya.

Kepala Disdikpora DIY, Suhirman di Yogyakarta, Kamis, (23/1/2025). (Foto: KBR/Ken).


Proyek Percontohan

Saat ini, lanjut Suhirman, program MBG masih dijalankan sebagai pilot project atau proyek percontohan di lima sekolah di DIY. Yakni, SMA 1 Kasihan, SMA 1 Wonosari, SMKN 3 Wonosari, SMA 5 Yogyakarta, dan SMKN 4 Yogyakarta. Ke depan jumlah sekolah pelaksana akan terus bertambah seiring proses evaluasi dan kesiapan sekolah.

"Kami membuka ruang partisipasi dari siswa dalam bentuk masukan atas pelaksanaan program, termasuk usulan menu, waktu penyajian, hingga penanganan kasus-kasus insidental seperti makanan yang tidak layak konsumsi," paparnya.

Evaluasi

Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono mengakui perlunya evaluasi menyeluruh terhadap program Makan Bergizi. Evaluasi diperlukan menyusul berbagai keluhan dari sekolah, termasuk soal kualitas makanan, dan meningkatnya beban kerja guru.

Hal tersebut disampaikan Beny menanggapi laporan dari SMK 4 Yogyakarta terkait pelaksanaan MBG yang mendapat sejumlah keluhan.

"Bahkan juga Pak Gubernur itu sudah wanti-wanti, karena kita ini kan sebelumnya punya pengalaman mengelola yang kecil-kecil. Nah, sekarang kita menghadapi pengalaman mengelola yang besar dan cepat," ujar Beny di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa, (6/5/2025).

Menurut Beny, tantangan pelaksanaan program Makan Bergizi sangat besar. Hal ini karena kebutuhan makanan bergizi harus tersedia setiap hari secara berkelanjutan untuk ribuan siswa. Menurutnya, dari awal sudah ada peringatan karena program ini menyangkut kepercayaan publik.

"Ini sudah jadi informasi publik. Jadi, ya, kita enggak boleh saling menyalahkan satu sama lain. Kita harus berbenah, memperbaiki mekanisme. Maka, ya, yuk, kita evaluasi. Kita perbaiki bareng-bareng," lanjutnya.

Produksi dan Distribusi

Selain itu, Beny juga menyoroti tantangan teknis dalam produksi dan distribusi makanan yang membutuhkan waktu panjang. Di antaranya adalah proses memasak yang dimulai sejak dini hari.

"Masak mulai jam 3 atau mungkin jam 4 pagi. Padahal makanan itu disajikan mulai jam 10 siang. Nah, itu kan sudah ada rentang waktunya. Kalau ini berproses, berarti ada proses memasak yang butuh waktu sekitar 5-6 jam," jelasnya.

Menurut Beny, komunikasi terbuka dan evaluasi bersama menjadi penting. Ia mengingatkan, semua pihak seharusnya tidak takut melaporkan permasalahan di lapangan.

"Kalau benar informasinya, sekali lagi, ya, kalau benar informasinya, maka itu bisa jadi bahan evaluasi bersama. Jangan sampai kita menerima dampak lalu dipendam, kasihan. Pertama, kasihan siswanya. Kedua, kasihan tenaga pendidiknya," imbuh Beny.

Sekda DIY, Beny Suharsono di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa, (18/3/2025). (Foto: KBR/Ken).


Beban Guru

Selain itu, Beny juga merespons keluhan beban guru yang bertambah. Sebab, dengan program ini, guru yang seharusnya fokus pada fungsi edukasi, kini juga mengurus logistik makanan.

Beny menegaskan, tugas guru dari awal adalah murni untuk melaksanakan tugas edukasi.

"Kalau ada tambahan, mestinya, ya, harusnya ada sekretariat yang bisa bantu guru dan kepala sekolah. Tetapi, kalau sampai guru berubah fungsi jadi pengelola, ya, itu harus jadi bahan evaluasi juga," kata Beny.

"Nanti kan ada kontrol soal sterilisasi makanan. Konsepnya kan juga harus ada ahli gizi. Kalau dulu itu, istilahnya ada tukang icip-icip. Nah, proses-proses seperti itu juga harus jadi bagian dari evaluasi bersama," lanjut Beny.

Beny mengakui, informasi yang ia dapat sejauh ini justru berasal dari media, bukan laporan resmi SPPG. Karenanya, ia berharap komunikasi dengan dinas pendidikan dapat ditingkatkan.

Beny menilai, selama ini SPPG jalan sendiri, karena merupakan otoritas dari pusat ke daerah atau sebagai perpanjangan tangan MBG ke SPPG.

"Jadi, ya, saya berharap paling tidak ini jadi bahan komunikasi. Komunikasinya dengan siapa? Ya, dengan dinas pendidikan," ungkapnya.

Ulat dan Makanan Basi

Sebelumnya, Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan SMK 4 Yogyakarta, Widiatmoko Herbimo, menunjukkan bukti foto temuan ulat dalam makanan yang dibagikan kepada siswa beberapa hari lalu.

“Itu baru saja, dua atau tiga hari lalu. Saya punya fotonya. Cuma satu memang, tetapi ini bukan pertama kalinya. Mungkin sudah enam atau tujuh kali kejadian seperti itu,” ungkap Widiatmoko saat dihubungi, Senin, (5/5/2025).

Widiatmoko menyesalkan tanggapan mengejutkan dari pihak penyedia makanan terkait temuan tersebut.

“Katanya sih dari penyedia, itu justru bagus karena tidak pakai pestisida. Tetapi, kan tetap saja, masak ada ulatnya terus dimakan?” ujarnya.

Contoh pelaksanaan MBG di SMPN 5 Depok, Jumat, (17/1/2025). (Foto: KBR/Ken).


Busuk

Selain temuan ulat, kata Widatmoko, sekolah juga pernah mendapati makanan dalam kondisi basi dan buah-buahan busuk tidak layak konsumsi. Kondisi ini menyebabkan banyak siswa trauma dan menolak mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi.

“Ada yang pernah makan, lalu nemu ulat. Sejak itu enggak mau makan MBG lagi, sampai sekarang. Kalau dikasih makan di rumah masih mau, tetapi kalau tahu itu dari MBG, langsung ditolak,” tambahnya.

Widiatmoko menyebut, meski pihak sekolah telah melaporkan berbagai keluhan tersebut melalui grup komunikasi khusus yang dibentuk bersama penyedia, namun masalah serupa terus berulang.

Ia menduga, hal ini terjadi lantaran buruknya pengawasan kualitas akibat volume makanan yang harus disediakan sangat besar.

"Kami sudah laporkan ke penyedia. Bahkan kami punya grup khusus untuk menampung keluhan dan masukan. Tetapi, ya, tetap saja kejadian serupa berulang. Jumlah siswanya banyak, jadi mungkin kontrolnya tidak maksimal,” jelasnya.

Beban Sekolah

Selain persoalan kualitas makanan, program MBG yang bertujuan meningkatkan asupan gizi siswa ini juga dianggap membebani operasional sekolah.

Staf sekolah terpaksa dialihkan dari tugas utama ke pengelolaan distribusi makanan. Proses tersebut membutuhkan waktu 4-6 jam, karena harus menunggu makanan datang, dibagikan, dan dicek ulang.

“Karyawan yang harusnya menyusun laporan keuangan, jadi harus ngurus piring. Misalnya, kami ambil 30 porsi per kelas, kalau jam 12 belum diambil, kami harus keliling cari. Kadang ketinggalan di kelas A atau B. Itu sering sekali terjadi,” jelas Widiatmoko.

Banyaknya permasalahan ini membuat sekolah berpikir dan memiliki keinginan untuk tidak ingin melanjutkan program MBG pada tahun ajaran mendatang.

Mereka berharap anggaran program yang mencapai Rp12 juta per hari untuk 1.200 siswa dapat dialihkan untuk peningkatan fasilitas pendidikan.

“Harapannya setelah tahun ajaran baru, kami tidak menerima lagi MBG. Karena bagi kami ini sudah menjadi beban tambahan, bukan bantuan,” ujarnya.

Kepala SMK 4 Yogyakarta, Nurlatifah Hidayati, saat ditemui di kantornya, Selasa, (6/5/2025). (Foto: KBR/Ken).


Adaptasi

Namun, apa yang disampaikan Widiatmoko diklarifikasi Kepala SMK 4 Yogyakarta, Nurlatifah Hidayati. Menurutnya, sekolah yang ia pimpin tetap ingin melanjutkan program Makan Bergizi yang dicanangkan Presiden Prabowo.

Nur beralasan, sekolahnya masih beradaptasi dalam menjalankan program tersebut yang dimulai sejak Februari 2025.

"Ini program pemerintah dan sudah memiliki aturan sendiri, sekolah ditunjuk, ya, kami terima," katanya saat ditemui di SMK 4 Yogyakarta, Selasa,(6/5/2025).

Nur juga membahas soal keluhan proses distribusi Makan Bergizi di SMK 4 Yogyakarta. Sebab, distribusi itu memakan waktu berjam-jam, sementara semua komponen sekolah telah memiliki tugas dan tanggung jawab.

"Itu lelah banget, tiap hari harus menyelesaikan itu. Padahal, ada tugas pokok yang harus diselesaikan. Butuh waktu sekitar tiga jam, dari ambil, menunggu makan, dan mengembalikan," jelasnya

Menurut Nur, keluhan internal itu bagian dari dinamika di sekolah. Ia mengklaim, sudah mengantisipasi meskipun diakuinya sangat kewalahan.

"Sebetulnya kami sudah diantisipasi. Kelimpungan, hanya karena distribusi sejak pengambilan, pembagian, dan penyerahan kembali," ujarnya.

Jadwal

Untuk mengatasi masalah tersebut, Nur akan menata jadwal piket. Ia akan memberdayakan tenaga di SMK 4 Yogyakarta sebanyak 20 orang untuk lima hari kerja. Tenaga ini akan dipilih dan diperkirakan mampu mengemban tugas distribusi menu Makan Bergizi.

"Kami akan piketkan, satu hari butuh empat. Ini pola yang akan saya terapkan pada minggu depan. Saya akan cari orang yang punya waktu kosong saat jam makan siang, seperti keuangan tidak bisa, satpam juga tidak bisa karena mengawasi keamanan," tandasnya.

Nur juga mengakui adanya temuan ulat di menu Makan Bergizi di SMK 4. Namun kata dia, kasusnya hanya hitungan jari sejak berjalan pada Februari 2025. Sementara penerima MBG di sekolahnya meliputi kelas 10 dan 11, total 1.258 siswa.

"Temuan ulat, itu satu dari sekian banyak, saya anggap tidak heboh," pungkasnya.

Baca juga:

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending