Bagikan:

Rusunawa untuk Warga Gusuran Dinilai Kebijakan Gagal

Langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggusur perkampungan warga dan menggantinya dengan Rumah Susun Sewa (Rusunawa) dinilai sebagai kebijakan yang gagal.

BERITA | NUSANTARA

Kamis, 12 Mei 2016 17:39 WIB

Author

Billy Fadhila

Rusunawa untuk Warga Gusuran Dinilai Kebijakan Gagal

Polisi berjaga di lokasi penggusuran Kampung Pulo, Jakarta. Foto: Ninik Yuniati/KBR

KBR, Jakarta - Langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggusur perkampungan warga dan menggantinya dengan Rumah Susun Sewa (Rusunawa) dinilai sebagai kebijakan yang gagal. Pasalnya menurut Sri Palupi dari The Institute for Ecosoc Rights, rumah tapak bagi warga gusuran bukan hanya tempat tinggal, melainkan pusat ekonomi mereka.

“Pandangan tentang rumah itu kan sangat bias kelas, kalau kelas menengah atas, rumah untuk istirahat, untuk tempat kehidupan keluarga. Untuk kalangan bawah, rumah itu multifungsi bukan sekedar tempat untuk istirahat, tempat usaha dan untuk tempat kerja,” kata Sri Palupi pada KBR, Kamis (12/5/2016).

Pemerintah DKI Jakarta berniat menggusur perkampungan Bukit Duri. Warga pun dijanjikan tinggal di Rusunawa. Namun, warga menolak. Pasalnya selain tempat usaha mereka yang tergusur, warga juga diharuskan membayar sewa Rusunawa setelah masa gratis selama tiga bulan habis.

Berdasarkan data kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera WS Soemarwi, ada sebanyak 384 keluarga yang ada di Kampung Bukit Duri dengan total 1.275 jiwa. Jumlah bidang rumah mencapai 320 dan total luas tanah 1,7 Hektar. Di mana lima persen warga memiliki sertifikat hak milik, 61 persen memiliki surat jual beli tanah, dan 10 persen memiliki akte jual beli tanah.

Sandyawan Sumardi, perwakilan warga mengatakan, warga Bukit Duri tidak menginginkan rumah susun. Warga lebih membutuhkan sebuah perkampungan yang dirapikan pemerintah, bukan sebuah rumah susun yang akan menghancurkan kehidupan sosial warga.

“Di sini kan kita tahulah rusun-rusun yang ada sama sekali tidak memadai, saya banyak bergaul dengan arsitek, ada Johan Silas yang mengatakan bahwa Rusun di Indonesia itu gagal total. Karena tidak ada tempat untuk kerja, tidak ada ruang sosial, hancurlah kohesi sosial di kampung,” tambahnya.

Warga, kata dia, lebih memilih tinggal di tempat yang bisa memberi mereka ruang sosial, ruang interaksi, dan ruang budaya. Jika hal itu dihilangkan seperti di Rusun yang dijanjikan, maka kehidupan “masyarakat kampung” yang solidaritasnya sangat erat bisa hancur.



Editor: Quinawaty Pasaribu 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending