KBR, Lhokseumawe – Aktivitas ekspor/impor barang tertentu di pelabuhan Umum Krueng Geukueh, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, terancam tak bisa terlaksana karena minimnya alat bongkar muat. Salah-satunya tidak dilengkapi fasilitas Crane berkapasitas 150 ton. Kondisi itu menyebabkan geliat investasi di dermaga tersebut menjadi terganggu.
Anggota Tim Badan Percepatan Perdagangan Pelabuhan Krueng Geukueh (BP3KG) Aceh, Mehrabsyah mengatakan, berdasarkan hasil evaluasi dil apangan alat bongkar muat untuk mengangkut barang dalam kapasitas besar masih minim sekali.
”Perlu dilakukan terobosan-terobosan oleh lembaga terkait dan pengusaha sendiri. Khusus kepada Pelindo, kita menyarankan harus berani menginvestasi! Apa yang harus dilakukan Pelindo, yaitu menyediakan crane yang kapasitasnya 150 ton, ” kata Mehrabsyah menjawab KBR, Rabu (28/5).
Menurut dia, Pelabuhan Indonesia I Cabang Kota Lhokseumawe, harus melengkapi fasilitas pendukung tersebut. Hal itu dinilainya sangat penting demi kenyamanan pihak exportir dalam memasarkan beraneka ragam barang dan komoditi unggulan.
Setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 61/M/DAG/PER/9/2013 Pelabuhan Krueng Geukueh resmi dinyatakan dapat menerima impor barang tertentu. Masing-masing makanan dan minuman, alas kaki, pakaian jadi, dan barang elektronik.
Terlebih, para pengusaha di Malaysia sudah siap bekerjasama dengan pengusaha lokal di Aceh. kerjasama ini tertuang dalam bentuk bisnis pengiriman barang hasil-hasil bumi di Aceh ke negeri Jiran itu melalui sebuah perusahaan atas nama PT Nafasindo, seperti kelapa, jahe, kentang, dan lainnya.
Editor: Antonius Eko