KBR, Yogyakarta – Di tengah suasana peringatan Tragedi Mei 1998, maka ada satu nama yang patut dikenang, yaitu Mozes Gatutkaca. Dia adalah seorang mahasiswa yang tewas pada Mei 1998 di Yogyakarta sesaat sebelum pemerintah Orde Baru yang dipimpin Soeharto tumbang.
Kini nama Mozes Gatutkaca sudah menjadi nama salah satu jalan di kawasan Mrican, Gejayan, Yogyakarta. Aktivis 1998 di sana mengenang Mozes sebagai pahlawan reformasi.
Siapa Mozes?
Mozes Gatutkaca adalah mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Ia tewas pada 8 Mei 1998 silam. Ia menjadi korban kekerasan aparat, ditemukan tergeletak di Jalan Kolombo setelah diserang oleh sekelompok orang yang hingga kini tak diketahui siapa.
Sular adalah salah satu penjual makanan di daerah tersebut pada 1998 silam. Ia yakin kalau pemukulan Mozes itu sebetulnya salah sasaran karena saat kejadian, Mozes baru saja selesai makan di warungnya.
“Dia waktu itu tidak ikut aksi demo,” kata Sular yakin. Hari itu sekitar pukul 9 malam, jalanan sangat sepi. Suasana mencekam karena demo terus bergulir setiap hari dan ada isu sweeping mahasiswa.
Sular mengaku tahu persis di mana Mozes diserang. “Di depan toko jual es balok. Dulu masih berupa tanah kosong,” katanya sambil menunjuk ke tempat Mozes ditemukan tergeletak.
“Dia itu berjalan sendirian, tidak ada teman. Mau pulang ke kos, tapi ternyata dipukuli sekelompok orang.”
Sular tidak tahu persis siapa pelaku pemukulan itu. Yang ia dengar hanyalah kabar-kabar dari sekitar. “Siapa lagi kalau bukan aparat-aparat itu. Saat itu musuh mahasiswa dan masyarakat ya cuma aparat.”
Jalan Kolombo, tempat Mozes ditemukan terkapar malam itu, melintang sepanjang satu kilomenter. Itu adalah jalan tempat Universitas Negeri Yogyakarta berada. Jalan ini menghubungkan Jalan Affandi (Gejayan) dengan Bundaran UGM (Jalan CIk Di Tiro). Di ujung timur adalah pusat perdagangan buah dan alat rumah tangga. Di sepanjang lapangan bola UNY sepanjang siang hari banyak pedagang kaki lima yang menjual aneka dagangan.
Malam itu, ketika Mozes ditemukan terkapar di jalanan, suasana sepi dan gelap, kata Ibu Solihin. Rumahnya terletak tak jauh dari lokasi kejadian. Kata dia, tidak ada orang yang berani keluar malam itu.
“Sepi sekali. Mungkin Mozes malam itu tidak tahu apa yang terjadi,” katanya.
Begitu Mozes ditemukan terkapar di tengah jalan, ia langsung dibawa ke Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Tapi mahasiswa asal Banjarmasin ini meninggal di jalan saat menuju rumah sakit. Menurut dokter, ada bekas pukulan di kepala bagian belakang.
Mahasiswa tetap turun ke jalan
Kabar meninggalnya Mozes tak lantas menyurutkan semangat mahasiswa yang pada Mei 1998 itu hampir setiap hari turun ke jalanan.
Salah satu bekas mahasiswa Atma Jaya, Sari mengatakan, aksi terus berlanjut. “Mozes justru memberikan semangat bagi kita untuk melawan aparat.”
Perubahan yang terjadi hanya teman-teman aktivis, kata Sari, tak lagi bisa berkumpul di sekitar Jalan Kolombo. Padahal ada kampus Atma Jaya dan Sanata Dharma yang lokasinya juga tak jauh dari sana.
“Tempat rapat yang biasanya di kampus Atma Jaya di sekitar Jalan Kolombo dan Mrican langsung dipindah karena semua dalam pengawasan militer,” kata Sari.
Untuk menghormati Mozes, sejak tanggal 20 Mei 1998 lalu, Pemerintah Kelurahan Caturtunggal Sleman mengganti nama Jalan Kolombo menjadi Jalan Mozes Gatutkaca. Ini sekaligus jadi momentum untuk mengingat ada mahasiswa yang tewas akibat perilaku aparat militer di era Orde Baru pada Mei 1998.
Nasib jalan kini
Enam belas tahun telah berlalu setelah reformasi di Mei 1998. Selama itu pula Jalan Mozes Gatutkaca sudah menggantikan plang nama Jalan Kolombo. Tapi kini mencari papan nama Jalan Mozes Gatutkaca sangatlah susah, seolah tenggelam di antara pusat bisnis yang berkembang pesat di sana.
Papan nama jalan dengan tulisan “JL Mozes GK” ini terletak di ujung barat Mrican. Sekarang kawasan tersebut menjadi pusat penjualan ponsel dan wisata. Puluhan tempat usaha, mulai dari jasa pembuatan stempel kertas sampai kuliner, memadati daerah yang dianggap sebagai tempat nongkrong wajib anak muda di sana. Papan nama kini tertutup rerimbunan pohon.
Meski nama Mozes seolah tenggelam dengan banyaknya peristiwa politik di tanah air, warga dan penjual yang ada di sepanjang jalan itu paham betul sejarah jalan tersebut. Bagi mereka, peristiwa 8 Mei 1998 adalah sejarah yang akan tetap diingat sebagai sejarah Jalan Mozes Gatutkaca.