KBR, Semarang - Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang Jawa Tengah masih terkendala pembebasan lahan. Makanya Jawa Tengah akan pembahasan ini dengan Pemerintah Pusat.
Masuknya Pemerintah Pusat diharapkan bisa mempercepat proses pembebasan lahan. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengungkapkan pemerintah pusat akan membahas rencana pembangunan PLTU di Kabupaten Batang.
"Pembahasan ini juga akan dibahas oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat dilibatkan untuk membicarakan skema yang memungkinkan soal itu," kata Ganjar Selasa (20/5) sore.
Ganjar mengaku telah menyarankan PT Bhimasena Power Indonesia selaku investor untuk lebih serius menyelesaikan permasalahan tersebut. Terkait dengan alotnya proses pembebasan lahan milik warga yang kurang 15 persen dari seluruh luas lahan untuk pembangunan PLTU Batang.
"Jadi kalau bicara lahan pengganti jangan ngomong akan disediakan lahan pengganti, tapi ngomong ini lahan penggantinya, agar spekulan tanah tidak ikut masuk sehingga harga ganti rugi tidak naik terlalu tinggi," ujarnya.
Sementara, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jateng Teguh Dwi Paryono mengatakan tidak ada perkembangan yang berarti dalam proses pembebasan lahan milik warga terkait rencana pembangunan PLTU Batang.
"Saat ini masih ada 10 hektare atau 15 persen lahan milik warga yang belum dibebaskan dan di lokasi tersebut akan dibangun gardu induk yang merupakan inti dari PLTU Batang. alotnya pembebasan 15 persen lahan itu karena adanya permintaan harga dari pemilik lahan yang dianggap terlalu tinggi dari harga pasar," jelas dia
Jika investor memenuhi keinginan pemilik lahan yang belum dibebaskan itu justru dikhawatirkan akan mengakibatkan situasi yang tidak kondusif. Sebab pemilik lahan yang telah bersedia dibebaskan lahannya akan meminta harga yang sama.
"Saat ini kami masih terus mencari solusi yang tepat untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat setempat terkait mega proyek yang dapat mengantisipasi terjadinya krisis listrik di Pulau Jawa pada 2017," tegasnya.
Editor: Pebriansyah Ariefana