KBR68H, Surabaya - Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, mengusulkan penanganan sosial berupa pelunasan pembayaran ganti rugi warga korban lumpur Lapindo segera dituntaskan. Menurut pakar geologi ITS Amien Widodo, pelunasan ganti rugi akan memudahkan penelitian komprehensif untuk mengambil sikap terkait penanganan semburan lumpur.
"Jadi yang mau kita munculkan di sini adalah rekomendasi untuk segera melunasi kepada masyarakat yang ada di sekitar Lapindo, yang di sekitar lumpur. Harapannya agar kita bisa melakukan aktivitas penelitian berikutnya sehingga kita bisa mengetahui, misalnya yang kita mau rencanakan dulu itu adalah melakukan pengukuran seismik tiga dimensi, yang akan dilakukan pemerintah. Jadi kita bisa melakukan pengukuran disitu, sehingga kita bisa tahu sebetulnya lobangnya di situ itu kayak apa ya, bolong banyak gitu atau satu besar, atau seperti apa, kita gak pernah tahu," kata Amien.
Pengukuran dan penelitian seismic tiga dimensi menurut Amien sangat diperlukan, untuk memperjelas penyebab dan kondisi terbaru pusat semburan, serta tindakan yang dapat dilakukan untuk menghentikan semburan lumpur atau pengelolaannya.
Bencana lumpur Lapindo pertama kali terjadi di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas milik grup Bakrie di Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas ini menyebabkan tergenangnya permukiman, pertanian, dan perindustrian di kawasan sekitarnya, bahkan mempengaruhi kegiatan perekonomian di Jawa Timur. Hingga kini permasalahan sosial yang mengiringi semburan lumpur Lapindo tak kunjung diselesaikan.
Editor: Heru Hendratmoko