KBR68H, Sangata - Perseteruan antara Pemkab Kutim sebagai wakil Indonesia dengan Churchill Mining Plc, perusahaan asal Inggris di International Center For Settlement of Investment Disputes (ICSID) tampaknya berbuntut lebih panjang. Pasalnya, dari empat Ijin Usaha Perpanjangan (IUP) yang dikantongi Ridlatama Group, diduga ada satu IUP yang diragukan keasliannya.
Dugaan IUP aspal ini dikemukakan Bupati Isran Noor beberapa jam setelah persidangan perdana digeber di Singapura, awal pekan lalu. Kepada wartawan, Isran mengaku kasus dugaan pemalsuan dokumen penting itu sudah lama diketahui namun belum ditindaklanjuti karena ada rencana sidang arbritase.
Terhadap dugaan IUP Aspal, sejumlah warga Kutim mengharapkan Pemkab melakukan investigasi agar semuanya jelas.
“Saya tidak yakin jika dugaan IUP Aspal itu tidak melibatkan oknum pegawai di lingkungan Pemkab Kutim,” kata Alek Bajo – salah seorang tokoh pemuda di Kutim.
Sumber Radio GWP menyebutkan, memang ada perbedaan diantara 4 IUP yang ada. Sumber tadi menyebutkan, tanda-tangan Bupati Isran berbeda karena diambil dengan menggunakan hasil scan computer, demikian pula dengan stempel jabatan yang lebih kecil.
“Sebagai perusahaan besar, tentu saja pihak Ridlatama tidak memahami soal tanda-tangan dan stempel, karenanya Pemkab Kutim harus tegas jika ada oknum yang berani berbuat pemalsuan,” ujar Alex Bajo.
Alex minta, Bupati Isran Noor bertindak tegas dan memecat oknum yang berani memalsukan sebuah dokumen penting bagi negara.
“Tidak ada toleran, yang terlibat harus dipidanakan dan jika oknum pegawai harus dipecat jangan dipelihara,” ujarnya.
Bupati Isran Noor sendiri mengakui untuk sementara, Pemkab Kutim belum fokus terhadap dugaan IUP Aspal. Namun, ia tidak membantah jika IUP Aspal itu menjadi salah satu alat pembuktian dalam sidang yang berlangsung di Singapura.
Pekan lalu, perselisihan antara Churcill dengan Pemerintah Indonesia sedang beradu argument dalam persidangan internasional. Jika kalah, Pemkab Kutim sebagai wakil negara akan dikenai denda sekitar Rp 9 trilyun semula digugat Rp18 triliun – suatu angka yang sangat besar.
Persidangan dalam perkara bisnis batubara ini, berlangsung di Stamford Raffles Room, Maxwell Chamber 3, Temasek Avenue Centennial Tower, Singapura. Dalam sidang perdana, Menkumham Amir Syamsuddin dan Bupati Isran Noor, hadir.
Menariknya, dalam persidangan yang terkenal jujur dan terbuka itu, Pemkab Kutim ternyata tidak saja berhadapan dengan Churcill Mining Plc tetapi ada lagi penggugat lain yakni Planet Mining Pty Ltd, juga dari Inggris.
“Penggugatnya ada dua. Dengan nomor gugatan yang berbeda. Pemkab Kutim tidak pernah berinteraksi dengan keduanya. Namun Ridlatama Group yang melakukan kerja sama tanpa sepengetahuan Pemkab Kutim,” ujar Isran Noor seusai sidang.
ICSID merilis, sidang antara Churchill Mining dan Planet Mining Pty Ltd dengan Pemerintah RI merupakan sidang yang terdata pada nomor kasus ARB/12/14 dan 12/40. Menghadapi perusahaan asal Inggris ini, Indonesia menunjuk arbiter asal Singapura, Michael Hwang yang nilai bayarannya miliar rupiah. Sedangkan pihak Churcill mewakilkan ke Albert Van Den Berg.
“Optimis menang, semua bukti kuat termasuk adanya dugaan pemalsuan IUP,”
ujar Isran Noor.
Sumber: Radio Gema Wahana Prima
Editor: Doddy Rosadi