PT Freeport Indonesia belum dapat memastikan kapan akan kembali memulai kegiatan operasional penambangannya pasca seluruh korban reruntuhan Terowongan Big Gossan Mile 74 Tembagapura berhasil ditemukan.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B. Soetjipto mengatakan, saat ini keluarga besar PT Freeport Indonesia masih dalam keadaan berkabung karena akibat longsor tersebut sebanyak 28 orang meninggal dunia dan 10 orang mengalami luka.
“Hampir semua jenasah korban telah kami pulangkan kepada sanak saudara di kampung halaman masing-masing yakni di Jayapura, Biak, Timika, Papua Barat, Maluku, NTT, Sulawesi, Kalimatan, Jawa Tengah dan Jawa Barat,” jelas Rozik.
Kata Rozik, para korban selamat, lima diantaranya menjalani pengaobatan di Rumah Sakit Premier Bintaro, Jakarta karena mengalami luka yang cukup serius. Sementara lima diantara sudah bisa pulang namun tetap harus mengikuti konseling untuk menghilangkan rasa trauma.
Ia menjelaskan, evakuasi yang dilakukan oleh sekitar 200 tim yang tergabung dalam tim tanggap darurat berlangsung 8 hari. Hal ini disebabkan kondisi puing-puing bebatuan yang masih terus berjatuhan ketika upaya penyelamatan berlangsung.
“Setiap langkah maju dalam pembersihan area dari puing-puing bebatuan seringkali tim penyelamat menghadapi resiko karena masih banyaknya bebatuan yang runtuh sehingga membahayakan keselamatan mereka sendiri dan menghambat pengambilan jasad para korban,” ujar Rozik.
Rozik juga menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam bagi tim penyelamat yang bekerja siang malam tanpa henti untuk mengeluarkan para korban yang tertimbun.
Sebelumnya, Selasa (14/5) sekitar pukul 7.30 WIT sebanyak 38 pekerja yang sedang mengikuti pelatihan keselamatan kerja di Terowongan Big Gossan Mile 74 PT Freeport Indonesia, di Tembagapura tertimbun longsor yang datang secara tiba-tiba.
Hingga saat ini belum diketahui penyebab longsor karena tim investigasi internal PT Freeport Indonesia, Kementerian ESDM, dan Kepolisian Papua baru akan memulai penyelidikannya setelah semua korban berhasil dievakuasi.
Editor: Antonius Eko