Bagikan:

Elpiji 3 Kg Langka, Pedagang Bakso di Bantul Mengeluh

Kelangkaan pasokan gas elpiji 3 kg di Bantul sejak sebulan terakhir mulai merepotkan para pedagang bakso keliling di wilayah ini. Mereka kini beralih menggunakan minyak tanah dan arang kayu lantaran sulitnya mendapatkan elpiji bersubsidi.

NUSANTARA

Senin, 20 Mei 2013 16:57 WIB

Elpiji 3 Kg Langka, Pedagang Bakso di Bantul Mengeluh

elpiji langka, yogyakarta, pertamina

Kelangkaan pasokan gas elpiji 3 kg di Bantul sejak sebulan terakhir mulai merepotkan para pedagang bakso keliling di wilayah ini. Mereka kini beralih menggunakan minyak tanah dan arang kayu lantaran sulitnya mendapatkan elpiji bersubsidi.

Sudah sebulan ini Agus, pedagang bakso keliling pusing mencari gas elpiji 3 kg di Bantul. Tiga kali sudah ia pulang dengan tangan hampa lantaran tak ada satu pun agen, pangkalan atau pengecer yang masih menjual gas elpiji bersubsidi tersebut. Kalaupun berhasil menemukan, ia harus sabar berkeliling dari satu pengecer ke pengecer lain atau dari satu agen ke agen lain. Biasanya Agus mendapatkan gas yang tersisa dari warung-warung kecil di pelosok Kota Bantul.

Tak hanya langka, harga per tabung gas elpiji 3 kg juga naik. “Biasanya lima belas ribu rupiah sekarang sudah enam belas ribu sampai tujuh belas ribu rupiah. Sudah barangnya mahal langka lagi. Kalau mahal tapi ada masih mending,” tuturnya.

Agus akhirnya pasrah. Dua minggu lalu ia berhenti menggunakan elpiji dan beralih menggunakan minyak tanah. Risikonya, biaya produksi jualan bakso menjadi lebih mahal. Bila satu tabung gas elpiji cukup untuk kebutuhan selama enam hari, maka dengan minyak tanah seharga Rp12.000 per liter hanya cukup untuk dua hari.

“Mau bagaimana lagi daripada nggak bisa berjualan. Soalnya kalau harus berkeliling sampai jauh ke Kota untuk mencari gas saya nggak ada waktu. Jam sepuluh harus sudah berjualan. Kalau minyak tanah meski mahal tapi barangnya ada,” katanya.

Beralihnya penggunaan bahan bakar jelas membebani biaya produksi dan mengurangi pendapatan pria yang sudah delapan tahun berjualan bakso tersebut. Bila sehari ia biasa membawa pulang keuntungan bersih sebesar Rp 70.000 sampai Rp 80.000 kini rata-rata hanya Rp 55.000.

Agus tak sendiri,  tujuh orang rekanya sesama pedagang bakso keliling kini telah meninggalkan gas elpiji dan beralih menggunakan bahan bakar arang kayu. Meski biaya produksi naik, pedagang dilema bila hendak menaikan harga jual. Khawatir pembeli semakin berkurang. Saat ini bakso jualan Agus dibanderol rata-rata Rp 5.500 per mangkok.

Siti, pedagang mie ayam di perempatan Ghose Bantul juga mengeluhkan sulitnya mencari gas elpiji 3 kg. “Maunya pemerintah itu bagaimana. Dulu waktu pakai minyak disuruh pindah pakai gas. Sekarang sudah pakai gas malah gasnya nggak ada,” keluh Siti.

Siti tak ada pilihan selain bertahan menggunakan elpiji meski ia harus berkeliling jauh demi mendapatkan barang yang dicari.

Sumber: Star Jogja 

Editor: Antonius Eko

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending