KBR68H, Cirebon – Sultan Sepuh ke-XIV Keraton Kasepuhan PRA. Arief Natadiningrat mempertanyakan kejelasan tanah keraton yang diambil pemerintah beberapa puluh tahun lalu. Tanah keraton yang luasnya mencapai ratusan hektar ini diambil pemerintah dengan alasan yang digunakan pemerintah saat itu adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1950 tentang Agraria.
Sultan mengatakan, tanah keraton seluas kurang lebih 337 hektar diambil paksa pemerintah, diduga tanah-tanah tersebut telah diambil paksa pada zaman Walikota RSA. Prabowo sekitar 50 tahun lalu.
“Dulu mereka merujuk pada Undang-Undang Agraria No 5 tahun 1950. Intinya bunyi pasal tersebut mengatakan, tanah eks swaspraja harus diserahkan kepada pemerintah. Padahal jelas tanah kami bukan eks swaapraja,"ujarnya.
Tanah Keraton yang diambil itu meliputi tanah sekitar eks Pujagalana Sunyaragi, seputar Jalan Pemuda, Kesambi hingga wilayah yang masuk administrasi Kabupaten Cirebon di sekitar Hotel Aston. Menurutnya, hingga kini diatas tanah itu telah berdiri sejumlah kantor instansi swasta dan pemerintah. Sultan menjelaskan, Walikota yang dulu mengambil tanah keraton itu karena adanya kontrak kerajaan dengan penjajah Belanda, berjangka panjang dan jangka pendek.
Saat itu, tanah yang digarap harus membayar upeti kepada pihak Belanda, hingga akhirnya pemerintah Indonesia mengklaim bahwa tanah tersebut milik Belanda. Dirinya hanya menginginkan satu hal yakni, adanya kompensasi dari pemerintah dan kompensasi tersebut akan dipergunakan untuk keperluan operasional dan biaya pemeliharaan keraton. “Tidak aneh kalau kondisi keraton ini seperti ini. Jujur saja, untuk memelihara keraton sebesar ini kami membutuhkan biaya,"katanya.
Sultan melanjutkan, pada tahun 1970-an beberapa tanah Keraton kanoman pernah mendapatkan kompensasi, namun hingga searang pihak Keraton Kasepuhan belum pernah mendapatkan kompensasi yang sama.
“Kami akan mencoba berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota”. Ia berharap, permasalahan yang sudah berlangsung selama puluhan tahun ini dapat segera diselesaikan,"paparnya.
Sementara, bagi Pemerintah Kota Cirebon dengan telah dilakukannya redistribusi atas tanah-tanah eks milik Kesultanan Kasepuhan tersebut, maka permasalahan dianggap sudah selesai. Di sisi lain, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) berdasarkan Surat Kepala BPN kepada Gubernur Jawa Barat, tanggal 20 Januari 2003 No. 400-1581, beranggapan bahwa tanah eks Kesultanan Kasepuhan itu merupakan tanah swaspraja.
Sumber: Suara Gratia FM
Editor: Suryawijayanti