KBR, Banyuwangi- LSM Migrant Care mendesak pemerintah daerah bergegas membentuk pelayanan TKI di tingkat desa dan kelurahan. Sebab menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, ancaman dan masalah yang menimpa buruh migran kebanyakan berakar dari tingkat desa. Ia mencontohkan, masalah kelengkapan dokumen yang kerap dimanfaatkan oleh para calo. Alhasil, sebagian besar buruh migran memilih jalur ilegal.
“Kenapa di desa? karena desa selama ini menjadi sarang calo, untuk mencari korban TKI sehingga diperdagangkan, dimanipulasi. Kalau desanya dibangun layanan yang aman, maka itu bisa mencegaah masalah," kata Anis di Banyuwangi, Sabtu (16/4).
Dia pun menambahkan, hingga 2016 lembaganya berhasil mendorong 6 Kabupaten/Kota untuk membuat pelayanan TKI di tingkat desa. "Jadi itu logika yang terbalik, karena selama ini masalah diketahui kalau sudah muncul diluar negeri. Sekarang sebelum ke laur negeri itu aparat paling bawa yaitu desa itu sudah tahu, sehingga bisa dikontrol,” ujarnya.
Enam daerah itu antara lain Kabupaten Banyuwangi, Jember, Lembata Nusa Tenggara Timur, Kebumen, Cilacap dan Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Khusus di Banyuwangi, dia memerinci, sudah ada 3 desa yang membuka pelayanan. Di antaranya Desa Tegaldelimo, Pesanggaran dan Desa Weringin Pitu. Dia berharap tahun ini seluruh desa di Banyuwangi sudah bisa membuka pelayanan TKI. Sebab kabupaten di ujung timur Pulau Jawa ini merupakan salah satu basis terbesar buruh migran di Indonesia. Sehingga perlu penanganan lebih serius.
Sementara itu Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas bakal mengkaji usulan Migrant Care tersebut. Karena menurutnya, pelayanan TKI berbasis desa ini penting dilakukan mengingat Warga Banyuwangi banyak yang menjadi TKI.
Kata dia, nantinya pelayanan TKI berbasis desa kemungkinan bakal dipadukan dengan program Smart Kampung. Agar pelayanannya saling terhubung dan bisa diawasi di tingkat kabupaten.
Editor: Nurika Manan