KBR68H, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bakal merekomendasikan pemilu ulang di seluruh TPS di Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara. Dari seribuan TPS di Nias Selatan tidak ada satupun yang bisa menunjukkan formulir perolehan suara yang valid.
Anggota Bawaslu Bidang Hukum, Nelson Simanjuntak curiga sejumlah tempat yang angka partisipasinya mencapai 100 persen. Serta jumlah surat suara terpakai yang melebihi jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya.
"Ada seribuan TPS. Di satu kabupaten. Lebih bagus kalau direkomendasikan semuanya. Karena tidak ada satu dokumen pun yang bisa kita percaya hasilnya. Yang bisa membuktikan di TPS tersebut bahwa suaranya bagus. Melihat catatan-catatan yang sudah dicorat-coret itu jadi mencurigakan semuanya," kata Nelson, Rabu (23/4).
Nelson menambahkan, surat rekomendasi pemilu ulang akan diterbitkan oleh Bawaslu sore ini. Kecurigaan lain kata Nelson terlihat dari salinan formulir C-1 bahkan baru diterima oleh KPU Kabupaten pada H+6.
Padahal, kata Nelson, salinan formulir seharusnya sudah sampai di Kabupaten pada H+1. Nelson mengatakan KPU kabupaten juga terlihat sengaja mendiamkan hal itu untuk membiarkan panitia pemilu di bahwahnya memainkan jumlah suara.
Sementara itu, Bawaslu juga mengatakan kacaunya penyelenggaraan pemilu di Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara tahun ini karena adanya politik dinasti. Ini terlihat dari banyaknya saudara dari Ketua KPU Nias Selatan yang maju dalam pileg.
Nelson menjelaskan, sebenarnya pemilu di Nias selalu menimbulkan kekacauan. Pada pileg kali ini sekitar 1000-an TPS di Nias Selatan tidak ada yang bisa menunjukkan hasil pemungutan suara yang valid.
"Tahun 2004 itu kacau pada saat mau penetapan nasional itu mau dicari untuk memperbaiki, semua anggota dan ketua KPU Nias Selatan itu menghilang. Tidak tahu kemana. Tahun 2009 semua surat suara dibawa ke Medan untuk dihitung ulang. Sekarang lebih parah lagi. Kebetulan memang Ketua KPU Nias Selatan kakak kandung Bupati Nias Selatan. Lalu banyak saudara-saudara mereka jadi caleg di sana," kata Nelson.
Kata Nelson, formulir C-1 yang asli maupun salinan tidak ada yang bisa dipercaya. Bahkan pengawas pemilu menemukan banyaknya formulir C-1 yang dibuang-buang di belakang kantor KPU.
Sebelumnya panwaslu Nias Selatan merekam video yang memperlihatkan petugas KPPS di salah satu kecamatan di Nias Selatan mencoblosi ribuan surat suara bersama warga. Warga yang sebagian adalah anak-anak dibayar Rp 100 ribu untuk mencoblosi 20-30 surat suara.
Video ini kemudian menyebar di jejaring sosial dan juga ditayangkan di salah satu TV berita nasional. Awaslnya Bawaslu hanya merekomendasi pemilu ulang di 35 TPS di Nias Selatan.
Bawaslu tak bertanggungjawab
Lembaga Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat menilai Bawaslu tidak bertanggungjawab meminta sejumlah daerah melaksanakan pemilihan ulang. Anggota JPPR Masykurudin Hafidz mengatakan, Bawaslu punya andil atas kegagalan pelaksanaan sejumlah pemungutan suara yang gagal. Sebab, sukses tidaknya penyelenggaraan pemilu berada di bawah tanggung jawab KPU dan Bawaslu.
"Kalau ada masalah di TPS, maka sebenarnya yang harus bertanggungjawab itu ya dua lembaga itu. Ya KPU, ya Bawaslu. Jadi tidak bisa dianggap begitu ada masalah di TPS, itu hanya masalahnya KPU. Itu juga termasuk dalam peranan pengawasan yang tidak maksimal. Seandainya ada masalah di TPS, lalu pada saat itu Bawaslu tidak hadir, maka sebenarnya porsi Bawaslu dalam menanggung beban permasalahan itu juga besar. Sebab mereka ini kan merupakan penyelenggara pemilu," kata Hafidz.
Menurutnya, seharusnya Bawaslu mengevaluasi kinerja selama ini, ini lantaran banyaknya kecurangan yang terjadi karena minimnya pengawasan.
Editor: Pebriansyah Ariefana