KBR68H, Jakarta - DPR Aceh menargetkan bisa selesai membahas Rancangan Qanun tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau KKR pada akhir tahun ini.
Ketua Komisi A DPR Aceh Adnan Beuransyah mengatakan DPR Aceh akan berusaha cepat membahas Rancangan Qanun sebelum anggota DPR Aceh berganti anggota baru hasil pemilu.
Adnan berharap pembentukan Rancangan Qanun itu tidak diartikan sebagai keinginan masyarakat Aceh untuk membalas dendam, melainkan untuk mengungkap kebenaran dari pelanggaran hak asasi manusia selama Aceh dilanda konflik.
"Karena sebenarnya itu disebut sebagai bagian dari KKR Nasional. Tapi ternyata KKR Nasional tidak ada. Apakah ini tidak dihadirkan? Sementara ini merupakan kesepakatan Helsinki. Kewajiban para pihak untuk melahirkan Qanun KKR Aceh. Barangkali dengan KKR Aceh ini bisa memicu mempercepat lahirnya KKR Nasional," kata Komisi A DPR Aceh Adnan Beuransyah.
Adnan berharap, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bisa dibentuk permanen di Aceh. Jika tidak mungkin maka akan dibentuk Adhoc atau tidak permanen.
Ia juga tidak mempermasalahkan jika pemerintah mengkaji Qanun KKR nanti untuk mencari kemungkinan adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sebagaimana terjadi pada Qanun Bendera dan Lambang Aceh.
Pimpinan DPR Aceh telah menunjuk Komisi A untuk membahas Rancangan Qanun tentang KKR Aceh. DPR Aceh telah meminta masukan sejumlah lembaga pegiat hak asasi manusia, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Pembahasan Qanun KKR itu disebabkan karena sampai saat ini pemerintah pusat belum juga membentuk KKR Nasional.
Undang-undang tentang KKR Nasional dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2006 lalu. Padahal pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi merupakan bagian dari amanat perjanjian damai Helsinki dan Undang-undang Pemerintahan Aceh.
Amnesty International juga menyoroti tentang nasib para korban konflik Aceh yang hingga kini masih trauma dan tidak mendapat perhatian dari pemerintah.
Pembentukan KKR juga didorong para korban dan keluarga korban konflik Aceh.