KBR68H, Jakarta - Pemerintah pusat masih memberi batas waktu kepada pemerintah Provinsi Aceh untuk merevisi Qanun tentang Bendera dan Lambang Aceh.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Reydonnizar Moenek mengakui Menteri Dalam Negeri memberi batas waktu hingga hari ini kepada pemerintah Aceh untuk memberikan klarifikasi terkait beberapa pasal dalam Qanun itu yang melanggar ketentuan perundang-undangan.
Namun berdasarkan ketentuan, masih ada waktu 60 hari atau paling telat hingga akhir Mei untuk menentukan nasib peraturan daerah tersebut.
"Kalau ada waktu 15 hari, benar dalam surat klarifikasi itu ada 15 hari. Namun sesuai dengan ketentuan UU, klarifikasi 15 hari memang sudah dijawab. Kemudian dibuka menurut UU 32 Tahun 2004, pasal 145. Di sana disebutkan bahwa tersedia waktu 60 hari bagi kita melakukan yang intens dan dialogis. (Jadi bukan terakhir batas hari ini?) Bukan, masih terbuka waktu," jelas Reydonnyzar saat dihubungi KBR68H Jakarta, Selasa (16/4).
Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek menambahkan tetap akan mengevaluasi qanun Aceh secara keseluruhan. Menurut Reydonnizar, pemerintah tidak akan ragu membatalkan qanun yang bertentangan dengan Undang-undang.
Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyon menyatakan akan mencabut Qanun soal Bendera dan Lambang Aceh jika peraturan itu tidak direvisi.
Berdasarkan pasal 145 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah bisa membatalkan peraturan daerah yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum atau melanggar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Ayat (2) menyebutkan, "Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah."
Sedangkan pada Ayat (3) berbunyi "Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)."
Meski begitu, pasal 145 Undang-undang Pemerintahan Daerah juga menyatakan pemerintah daerah yang keberatan dengan pembatalan Perda, bisa menggugat Perpres itu ke Mahkamah Agung. Jika gugatan dikabulkan, maka Perpres dianggap batal dan Perda bisa berlaku lagi.
Pada Ayat (5) berbunyi "Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung."
Ayat (6) "Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan; sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum."
Ayat (7) Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku.