Bagikan:

LSM TAPOL: 40 Tahanan Politik di Papua Barat Masih Dipenjara

KBR68H, Jakarta

NUSANTARA

Senin, 29 Apr 2013 12:33 WIB

Author

Doddy Rosadi

LSM TAPOL: 40 Tahanan Politik di Papua Barat Masih Dipenjara

tahanan politik, papua barat, LSM TAPOL

KBR68H, Jakarta – LSM yang berbasis di London, TAPOL mengeluarkan laporan yang berjudul: Tidak Ada Tahanan Politik? Pembungkaman Protes Politik di Papua Barat. Laporan 31 halaman itu mendokumentasikan kasus-kasus terhadap 40 tahanan politik yang diketahui berada di penjara hingga Maret 2013. Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah yang selama ini mengklaim tidak ada tahanan politik di Papua dan hanya ada kriminal yang melanggar hukum.
  
‘Pemerintah tidak bisa berdalih tak ada tahanan politik di Papua. Mereka terdiri dari para laki-laki dan perempuan yang nyata ada dan harus diakui. Jika pemerintah berniat untuk membangun perdamaian di Papua Barat, mereka harus berbicara dengan para pimpinan politik, bukan justru memenjarakannya,”kata Paul Barber, Koordinator Tapol, dalam keterangan pers yang diterima Portalkbr.com.

Laporan ini didasarkan pada penelitian dan wawancara yang dilakukan oleh TAPOL dan data dari www.papuanbehindbars.org/id, sebuah upaya inisiatif baru dari kelompok masyarakat sipil di Papua Barat dan telah dilaunching di Jayapura, awal bulan ini.

Laporan ini mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat 210 peristiwa penangkapan bernuansa politik di Papua Barat sepanjang 2012. Namun, sepertinya penangkapan yang terjadi jauh lebih banyak, namun tidak dapat dilaporkan. Setidaknya 20 orang dituduh melakukan makar di bawah aturan yang kontroversional, pasal 106 KUHP. 

Sepanjang 2012, penangkapan sewenang-wenang kepada aktivis politik sering diikuti dengan pelanggaran hak asasi manusia dan standar internasional, termasuk penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, penyangkalan atas hak-hak dalam peradilan yang jujur dan lemahnya akses untuk mendapatkan layanan kesehatan dan perawatan medis yang layak.

Di balik angka statistik, terdapat narasi kemanusiaan dari kesulitan yang dihadapi oleh para tahanan dan keluarganya. Seorang perempuan yang diwawancara dalam laporan ini mendeskripsikan dampak yang dihadapi anak-anaknya ketika dia dipenjara karena melakukan aktivitas politik. Ia meyatakan ‘ketika saya berada di penjara, anak-anak saya seperti anak jalanan.’

Mina (bukan nama sebenarnya), adalah seorang istri yang masih muda dari seorang tahanan politik, mengungkapkan kemisikinan, isolasi dan stigma yang diterima ketika suaminya berada di penjara.
 
‘Saya sakit malaria yang sangat parah. Saya harus menjual semua baju dan selimut dan ketika saya sakit saya tidak punya uang untuk beli obat – sangat mahal di sini. Ketika dia dipenjara, tidak ada orang yang datang.’katanya.
TAPOL percaya bahwa publikasi dari laporan ini hadir pada saat dukungan di tingkat nasional dan internasional untuk pembebasan tahanan politik di Papua meningkat secara luas.

Kampanye akar rumput di Papua Barat menghasilkan peningkatan dukungan dari kelompok-kelompok masyarakat sipil nasional dan internasional, dan sejumlah negara yang menyatakan keprihatinan tentang situasi ini saat Evaluasi Berkala Universal/Universal Periodic Review (UPR) Indonesia pada Dewan HAM PBB, tahun lalu.

Dalam beberapa bulan lagi, perkembangan terhadap hak sipil dan politik di Indonesia akan mendapat sorotan ketika Komite Hak Asasi Manusia PBB /UN Human Rights Committee akan membahas laporan pertama pemerintah Indonesia sesuai kewajibannya di bawah pelaksanaan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

‘Untuk setiap tahanan politik di mana pemerintah mengabaikannya, terdapat ribuan orang-orang Papua yang merasa sakit hati dan diabaikan. Memberikan orang Papua hak untuk mengekspresikan diri mereka sendiri sama seperti warga negara lainnya adalah langkah awal menuju dasar penyelesaian konfik,’ ujar Paul Barber.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending