KBR68H, Jakarta - Korban konflik Aceh menuding pemerintah pusat melupakan kasus kekerasan yang dilakukan aparatur pemerintah di Aceh selama pemberlakuan status Daerah Operasi Militer.
Kasus kekerasan terjadi selama pemerintah menghadapi Gerakan Aceh Merdeka di tahun 1990-an.
Perwakilan keluarga korban pelanggaran HAM Aceh Utara, Murtala kecewa karena hingga kini pemerintah pusat belum mengakui adanya pelanggaran HAM di Aceh. Korban juga meminta pemerintah meminta maaf.
"Kami korban dan keluarga korban itu tidak merasa dendam kepada pemerintah. Tapi bagaimana pemerintah mengupayakan pemulihan kepada kami, memberikan keadilan kepada kami yang hari ini mereka seperti melupakan kami. Mereka seperti akan menutup buku tentang keadilan. Kejujuran permintaan maaf dari mereka ini akan melanggengkan sebuah negara yang besar. Negara yang selalu menghargai hak-hak warganya," kata Murtala.
Demikian Bekas Ketua Keluarga Korban pelanggaran HAM Aceh Utara (K2HAU) Murtala. Sebelumnya sejak ditetapkan menjadi Daerah Operasi Militer (DOM) pada tahun 1989, banyak terjadi kasus pelanggaran HAM berat di Aceh.
Salah satu adalah tragedi Simpang KKA (Kertas Kraft Aceh) di Aceh Utara tahun 1999. Data dari NGO HAM menyebutkan, dalam kasus itu korban tewas sebanyak 46 orang, 156 orang luka tembak, dan 10 orang hilang.
Berbagai elemen masyarakat di Aceh mendesak agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau KKR untuk mengungkap fakta-fakta kasus itu.