KBR, Bandung- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan modifikasi cuaca di Wilayah Provinsi Jawa Barat (Jabar) dan sebagian DKI Jakarta akan berlangsung hingga 20 Maret 2025 sejak Kamis (13/3) lalu.
Ketua Tim Teknik Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) BMKG Pusat Bayu Prayoga mengatakan teknis OMC adalah dengan menyebarkan bahan khusus ke awan yang berpotensi menurunkan hujan lebat.
"Ya operasi modifikasi cuaca itu adalah salah satu bentuk intervensi manusia melalui rangkaian kegiatan dengan tujuan untuk mengintervensi cuaca. Sehingga mendapatkan cuaca yang kita harapkan, terutama dalam konteks kegiatan ini adalah untuk penanggulangan risiko bencana hidrometeorologi basah seperti banjir dan longsor," ujar Bayu dikutip dari siaran medianya, Bandung, Senin (17/3/2025).
"Jadi itu awan-awannya itu intinya bahasanya sederhananya kita cegat atau kita kurangi intensitasnya, sebelum rombongan awan-awan itu masuk ke daratan," tambahnya.
Bayu mengatakan penyemaian ini dilakukan menggunakan pesawat yang terbang ke titik-titik tertentu yang sudah dipantau sebelumnya. Posko Komando OMC ini berada di Pangkalan Udara Husein Sastranegara, Bandung.
Nantinya petugas di Posko Komando OMC Husein Sastranegara, Bandung terus memantau dan mengevaluasi hasil penyemaian secara real-time. Hingga hari ketiga pelaksanaan, OMC telah berhasil menurunkan hujan di laut sehingga curah hujan yang sampai ke daratan berkurang intensitasnya.
"OMC ini bukan untuk menghilangkan hujan sepenuhnya, karena hal itu membutuhkan daya yang sangat besar. Namun, melalui penyemaian yang tepat, kita bisa mengurangi curah hujan ekstrem di wilayah rawan banjir dan longsor," jelas Bayu.
Baca juga:
- Saran Pakar Soal Penanganan Banjir di Jabodetabek
Bayu menjelaskan bahan yang digunakan dalam penyemaian awan umumnya berupa natrium klorida (garam) atau bahan higroskopis lainnya.
Bahan ini membantu mempercepat pembentukan butiran air dalam awan, sehingga hujan turun lebih cepat atau di lokasi yang lebih aman, seperti di laut.
"Selama operasi, pesawat menyemai awan tiga kali sehari. BMKG bertindak sebagai pengawas utama dalam menentukan titik pertumbuhan awan yang menjadi target penyemaian berdasarkan pantauan radar dan citra satelit," terang Bayu.
Sementara, pilot dan tim teknis dari TNI AU memastikan bahan semai tersebar dengan optimal. Dengan cara ini, hujan bisa dialihkan dan diturunkan di tempat yang lebih aman, seperti di laut.
Bayu menegaskan air hujan hasil OMC tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Penyemaian hanya mengubah proses fisis awan tanpa mempengaruhi sifat kimiawi air hujan.
"Air hujan yang dihasilkan dari OMC sama dengan hujan alami. Kami juga rutin melakukan uji laboratorium untuk memastikan hal ini," kata Bayu.
Baca juga:
- BMKG Soal Banjir Jabodetabek: Barangkali Tata Kelola Lingkungan Perlu Perbaikan
Bayu menanggapi kekhawatiran masyarakat mengenai potensi banjir rob akibat OMC. Menurutnya, banjir rob lebih dipengaruhi oleh faktor astronomis seperti pasang naik air laut, bukan oleh hujan yang dihasilkan dari penyemaian.
"OMC tidak menyebabkan banjir rob, karena hujan yang turun di laut akan tersebar di area yang luas. Banjir rob terjadi karena faktor pasang surut yang berasal dari siklus alami air laut," tukas Bayu.
Proses modifikasi cuaca ini dilakukan antara Pemerintah Jabar dengan BMKG dan TNI AU guna mencegah bertambahnya bencana alam. (Arie Nugraha)