KBR, Grobogan - Kusyanto (38), pencari bekicot warga Grobogan, Jawa Tengah, menjadi korban salah tangkap polisi. Dia dituduh mencuri pompa air dan diduga sempat dianiya.
Ia membeberkan, awalnya ada empat hingga lima orang mendatangi dirinya ketika mencari bekicot di sawah. Mereka kemudian membawa Kusyanto ke rumah warga untuk diinterogasi.
"Mereka datang ketika saya lagi cari bekicot, tidak ada tanya, tapi langsung menuduh. Saya disuruh ngaku mencuri, tapi saya tidak mau karena tidak melakukan. Saya orang tidak punya, tidak bisa sewa pengacara karena tidak uang," ungkap Kusyanto, Minggu (9/3/2025).
Kusyanto mengatakan, dirinya dipaksa mengaku mencuri pompa air oleh polisi. Dia menuturkan sempat dipukul hingga dicekik.
Dia menolak mengaku bersalah lantaran tak melakukan pencurian seperti yang dituduhkan oleh polisi.
"Saya tidak mencuri tapi dipaksa mengaku, apa karena saya orang miskin sehingga dibuat begini," tuturnya.
Kusyanto mengaku, dirinya trauma dan malu imbas peristiwa salah tangkap dan penganiayaan yang ia alami.
"Tidak ada pengacara yang mendampingi, karena saya tidak punya," jelasnya.
Sementara itu, berdasarkan keterangan tertulis yang diterima KBR, Kapolres Grobogan Ike Yulianto mengunjungi rumah Kusyanto pada Minggu (9/3/2025) malam.
Ike meminta maaf atas tindakan berlebihan yang dilakukan oleh anggotanya yakni Aipda IR yang merupakan anggota Polsek Geyer, Polres Grobogan.
"Kami sudah mendengarkan runtutan cerita yang disampaikan Pak Kusyanto mulai awal hingga terjadinya interogasi tersebut," ujar Ike Yulianto.
Ike mengklaim saat ini Aipda IR telah ditangani oleh Propam Polres Grobogan dan dilakukan tindakan penempatan khusus.
"Anggota tersebut akan mendapatkan sanksi sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku," ucap Ike.
Peneliti ICJR Iqbal Muharam Nurfahmi mendesak Propam maupun Polres Grobogan menggunakan instrumen pidana dalam memproses IR yang diduga menyiksa dan mengintimidasi Kusyanto. Menurutnya, tindakan tersebut bisa masuk pelanggaran pidana Pasal 421 KUHP dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan.
"Aipda IR juga dapat dikenakan Pasal 422 KUHP yang memuat ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun bagi seorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan, maupun untuk mendapatkan keterangan," ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima KBR, Senin (10/3/2025).
Baca juga: