Bagikan:

Perempuan Menanam, Menyelamatkan Hidup Anak Mereka

"Jika kami tak menanam, maka anak-anak kami tak bisa makan"

NUSANTARA

Selasa, 18 Mar 2014 17:39 WIB

Author

Luviana

Perempuan Menanam, Menyelamatkan Hidup Anak Mereka

perempuan, menanam, pangan

"Jika kami tak menanam, maka anak-anak kami tak bisa makan"

KBR68H, Jakarta
- Siti Rofi'ah, perempuan asal Lembata, Nusa Tenggara Timur ini bersuara dengan lirih ketika menceritakan bagaimana anak-anak di Lembata tak bisa makan nasi. Ketika itu pemerintah sedang menggalakkan kampanye makan nasi. Ia hanya bisa menyaksikan bahwa anak-anak Lembata tak bisa makan nasi seperti anak Indonesia lainnya.

Siti Rofi'ah kemudian mengajak para perempuan disana dan mengusahakan berkebun serta menanam tanaman lokal.

"Kami menyangkul, menyiapkan tanah dan kemudian baru bisa menanam"

Ada padi lokal yang mereka rawat , jemawut, jelai, kacang-kacang, dan umbi. Makanan ini kini kembali dapat mereka nikmati.

"Kami hidup di kampung nelayan, sulit untuk menanam tanaman sehat. Kami mengusahakannya, dan ternyata bisa"

Sudah 7 tahun ia berjuang. Anak-anak di Lembata tempat ia tinggal, sekarang tak hanya bisa makan ikan, namun bisa makan beras, juga umbi-umbian.

"Dulu kami tak bisa makan beras, karena beras sangat mahal, tak cukup kami beli beras dengan hasil tangkapan ikan"

Cerita Siti Rofi'ah merupakan cerita khas perempuan Indonesia yang tinggal di pedalaman. kesulitan membeli beras, kesulitan mengakses harga-harga yang murah membuat mereka harus berpikir keras agar anak-anak mereka tetap makan dan bisa sekolah. Mereka habiskan hidupnya untuk mengusahakan pangan untuk anak-anak mereka.

Siti Ro'fiah adalah salah satu perempuan yang hadir dan berbicara dalam diskusi "Perempuan, Kemandirian Pangan, Pemilu dan Media" yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan Oxfam, Senin (18/3).

Tejo Wahyu Jatmiko dari Aliansi Desa Sejahtera (ADS) menyatakan, hingga tahun 2014 ini, kondisi pangan di Indonesia tak juga menunjukkan perbaikan. Indonesia masih diterpa persoalan dengan datangnya makanan import, investor besar yang menguasai pangan dan kebijakan lain seperti kebijakan pangan dan perikanan yang belum menyentuh perempuan.

"Padahal perempuan adalah orang yang menanam, mengolah makanan dan memproduksinya, namun sayang hingga hari ini banyak kebijakan yang tak berpihak pada perempuan," ujar Tejo Wahyu Jatmiko

Salah satu Caleg dari PDI Perjuangan, Agustiani Tio Fridelina Sitorus menyatakan bahwa pangan masih menjadi komoditas ekonomi dan politik. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono yang masih mengimpor beras, lada, garam, kedelai.

Anggota Komnas Perempuan, Saur Situmorang memaparkan data tentang banyak anak-anak di pedalaman yang kemudian bisa bersekolah karena para ibu yang bekerja keras untuk mengusahakan pangan. Mereka tak cuma menanam, tetapi juga sekaligus menjadi nelayan.

"Sulit untuk memisahkan antara kerja pertanian dan nelayan bagi para perempuan yang saya temui. Umumnya jika sedang tak melaut maka mereka akan menanam beragam tanaman agar dapur tetap mengepul dan anak-anak mereka bisa makan"

Para perempuan ini umumnya sabar dalam mengelola tanah pertanian dan menjadi nelayan. Hal ini biasanya tak ditemui pada laki-laki disana.

"Banyak laki-laki yang tidak tahan ketika kemarau panjang dan musim hujan panjang datang, mereka pergi dari rumah dan menikah lagi. Disinilah titik penindasan terhadap para petani perempuan terjadi,"ujar Saur.

Saur menyatakan bahwa bertani bukanlah pekerjaan perempuan saja. Seharusnya ini menjadi tanggungjawab bersama seluruh keluarga. Namun Saur Situmorang menyatakan lega karena kini telah lahir banyak perempuan pejuang pangan lokal yang mengelola pangan hingga memproduksinya.

"Perempuan tak hanya menanam pangan, namun juga menyelamatkan kehidupan anak-anak mereka"



Editor: Luviana

 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending