Bagikan:

Konflik Lahan, Petani di Jambi Minta Tak Dikriminalkan

Konflik lahan, antara warga tani Desa Sungai Toman, Kecamatan Mendahara Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi dengan salah satu perusahaan kelapa sawit, belum juga berakhir mulus.

NUSANTARA

Jumat, 01 Mar 2013 11:04 WIB

Konflik Lahan, Petani di Jambi Minta Tak Dikriminalkan

konflik lahan, petani jambi

KBR68H, Jambi- Konflik lahan, antara warga tani Desa Sungai Toman, Kecamatan Mendahara Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi dengan salah satu perusahaan kelapa sawit, belum juga berakhir mulus.

Dalam pertemuan yang dilaksanakan oleh Ombudsman, pada sekitar pukul 12.00-14.00 WIB Kamis (21/2) kemarin, Petrus Beda Paduli, selaku pimpinan rapat, dianggap tidak berhasil untuk memperjelas arah penyelesaian konflik tersebut.

"Ada upaya bagi pemerintah, yang menurut kami, dengan hasil kerja Tim [Pemda] ini, di dalam butir kesepakatan ke-5 atau ke-6 [itu berbunyi:] ‘Apabila ada tuntutan atau keberatan dari pihak warga, maka mereka disuruh untuk melakukan upaya hukum.’ Saya kira ini tidak logis. Mereka [Tim Pemda] yang diberikan wewenang untuk menyelesaikan, tetapi kemudian melemparkan bola tanggungjawabnya kepada proses hukum,”ujar Agus dari Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional yang menjadi pendamping warga.

Lebih lanjut lagi, Agus menilai mestinya, proses verifikasi [administrasi] dan identifikasi [untuk menentukan] siapa-siapa petani murni itu dilakukan pemerintah, bukan diwakilkan kepada pihak koperasi.

Sebagaimana yang diketahui, KUD (Koperasi Unit Desa) Harapan Baru yang mewadahi kelompok tani telah melakukan identifikasi dan verikasi administrasi berdasarkan SK Bupati Tanjung Jabung Timur No.380 Tahun 2005. Padahal, SK dan koperasi ini dinilai Agus menimbulkan banyak masalah.

Misalnya, Pengadilan Negeri Kuala Tungkal telah menyatakan bersalah ketua KUD Harapan Baru, atas pemalsuan Sporadik (Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah) yang menjadi dasar SK Bupati 380 Tahun 2005 tersebut. Namun, SK 380 ini masih saja dipakai oleh koperasi, termasuk untuk mengkriminalisasi petani.

“Jadi, pada intinya, pihak pemerintah menyatakan, mereka siap mengakomodasi kelompok tani yang diwakili Pak Karma [Acu misalnya], tapi tidak ada jaminan kalau mereka masuk anggota koperasi [lantas] tidak akan ada lagi kriminalisasi,” ujarnya kepada SR28.

Oleh karena itu, Agus menekankan sebuah tuntutan, verifikasi adalah tugas pemerintah langsung, bukan pihak koperasi. “Kalau tidak, maka permainan seperti yang sebelumnya itu, ada surat palsu, nama-nama fiktif, ada nama-nama petani palsu—ini akan terus terjadi, karena kesalahan pemerintah sebelumnya, yang membuat SK [No.] 380 itulah yang melahirkan konflik. Justru, sekarang tidak mau menyelesaikan konflik ini secara tuntas.”

Sumber: Radio Jambi FM

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending