KBR68H, Yogyakarta- Berdasarkan temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pelaku pembantaian empat tahanan meminta narapidana untuk bertepuk tangan setelah eksekusi selesai. Komnas HAM belum mengetahui motivasi apa yang dilakukan pelaku dengan meminta warga binaan untuk bertepuk tangan.
“Ini aneh sekali. Kenapa pelaku meminta penghuni sel bertepuk tangan? Apakah ini untuk mengurangi trauma mereka atau apa?” kata salah satu anggota Komnas HAM, Mimin Dwi Hartono seusai mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II B Cebongan, Sleman.
Sejak siang hingga malam Komnas HAM melakukan investigasi terkait penyerangan berdarah itu.Tim dipimpin Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila, dengan anggota Sriyana, Mimin, dan Arif Setiyana. Mimin menambahkan narapidana awalnya kebingungan, namun karena takut mereka akhirnya bertepuk tangan juga karena takut.
Adapun menurut kesaksian Sardinar, istri Kepala Keamanan Lapas Cebongan, Margo Utomo setelah sukses melakukan eksekusi dengan tembakan para pelaku kemudian bertepuk tangan. “Setelah menembak itu mereka mengatakan mari kita rayakan keberhasilan tepuk tangan, ngeri kan. Tepuk tangannya memang tidak terlalu kedengaran dari luar lapas. Tetapi memang seperti itu,”ungkap dia.
Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan hasil sementara rekronstruksi terdapat temuan ada penganiayaan pada petugas LP dan perampasan empat ponsel petugas. Selain itu ada pengambilan barang-barang inventaris lapas Cebongan, yakni monitor, CCTV dan server.
Mengenai narapidana bukan hanya trauma melihat penembakan itu. Namun lebih parah, mereka takut karena sudah dimintai keterangan dari polisi. Mereka takut tidak mendapatkan perlindungan baik untuk dirinya sendiri dan keluarganya.
“Makanya kami minta perlindungan LPSK [lembaga perlindungan saksi dan korban]. Karena sudah dimintai keterangan mereka merasa tidak aman. Makanya kami akan mintakan penjagaan khusus baik di lapas maupun pada keluarga saksi,” jelas Siti.
Dari keterangan saksi kata Siti didapatkan sejumlah ciri-ciri pelaku penembakan ini. Meskipun pakaiannya orang sipil namun mereka menggunakan rompi, penutup kepala, hingga persenjataan yang sama.
“Jadi ini sudah direncanakan dengan matang. Yang terlihat menarik itu rompi dan alat-alat yang digunakan sama persis. Bahkan letak mulai dua granat di saku luar atas dan di dalam rompi. Letak HT juga seragam. Pergerakannya juga sangat cepat, ini menunjukkan mereka sudah terlatih dan profesional,” jelas Siti.
Menurut Siti, pelanggaran HAM sudah pasti ada, karena hak untuk hidup dicabut. Negara harus memulihkan secara psikologis untuk menemukan pelakunya.
Mimin Dwi Hartono menambahkan masih ada pertanyaan yang mendasar masalah kepindahan empat pelaku penusukan di Hugo’s Cafe ke Lapas Cebongan ini. Pertanyaan lain adalah, sudahkan Polda memperhitungkan faktor keamanan.
“Kejahatan yang sangat serius ini baru pertama kali terjadi di Indonesia. Meskipun demikian ini benar-benar memukul kewibawaan negara. Bagaimana sebuah lembaga pengayoman masyarakat bisa dimasuki orang bersenjata dan membunuh orang tanpa perlawanan,” jelas Mimin.
Sumber: Radio Star Jogja FM
Komnas HAM: Usai Eksekusi di Lapas Cebongan, Narapidana Diminta Tepuk Tangan
Berdasarkan temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pelaku pembantaian empat tahanan meminta narapidana untuk bertepuk tangan setelah eksekusi selesai

NUSANTARA
Rabu, 27 Mar 2013 12:55 WIB


Lapas Cebongan, kopassus
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai