KBR68H, Jakarta – Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, mengklaim telah membatasi jumlah pembudidaya ikan air tawar di waduk Jatiluhur dan Cirata. Upaya itu terus dilakukan karena pencemaran air pada kedua waduk semakin parah.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Purwakarta Heri Herawan mengatakan jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) sudah terlalu banyak, tak sesuai dengan kapasitas kedua waduk. Setiap tahun, kegiatan budidaya ikan air tawar menghasilkan 16 ribu ton limbah di Jatiluhur dan 48 ribu ton di waduk Cirata. Limbah tersebut merupakan sisa pakan dan kotoran ikan yang mengendap di dasar waduk.
“Kita selalu melakukan pembatasan. Kita sudah lama mengurangi jumlah jaringnya. Kalau dulu kan bebas, sekarang per orang maksimal dua puluh petak. Sedikit-sedikit berkurang. Walaupun petaknya tetap tapi yang nanam ikan berkurang. Jadi mereka kalau pun ada yang maksa bikin baru itu disarankan untuk membeli ya,” kata Heri Herawan kepada KBR68H.
Pada akhir Januari lalu, nilai total kerugian pembudidaya ikan air tawar di waduk Cirata dan Jatiluhur mencapai lebih dari Rp. 6,6 miliar. Setiap pembudidaya rugi lebih dari Rp. 100 juta karena ikan di keramba mereka mati massal. Hal ini terjadi karena umbalan atau arus balik dari dasar waduk naik ke atas dan membawa kotoran atau sisa pakan ikan. Jika umbalan terjadi, ikan mengalami kekurangan oksigen kemudian mabuk dan mati.
Saat ini di kedua waduk juga sudah kelebihan kapasitas. Di Jatiluhur kini ada 20 ribu keramba jaring apung dari 8 ribu KJA yang diizinkan. Sedang di Cirata, ada 52 ribu-56 ribu KJA dari 12 ribu keramba jaring apung yang diizinkan.
Editor: Antonius Eko