Bagikan:

Penganut Kaharingan Jadi Korban Kejahatan Negara

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menemukan adanya perlakuan diskriminatif terhadap penganut Kaharingan. Ini terjadi di Kalimantan Selatan, dimana mereka kesulitan mendapatkan Kartu Tanda Penduduk dan akta kelahiran.

NUSANTARA

Selasa, 25 Feb 2014 13:42 WIB

Author

Antonius Eko

Penganut Kaharingan Jadi Korban Kejahatan Negara

kaharingan, kalimantan

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menemukan adanya perlakuan diskriminatif terhadap penganut Kaharingan. Ini terjadi di Kalimantan Selatan, dimana mereka kesulitan mendapatkan Kartu Tanda Penduduk dan akta kelahiran. 


Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur sedang menyelidiki empat aliran kepercayaan di Kota Balikpapan dan Kabupaten Kutai Timur. Menurut Kejaksaan Tinggi, empat aliran ini diduga menyimpang dari ajaran agama tertentu. Saat ini Kejaksaan masih mengumpulkan data terkait empat aliran ini.


Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Timur Margaretha Setting mengatakan, penganut Kaharingan tak mau diklasifikasikan sebagai Hindu Kaharingan. Mereka merasa Kaharingan adalah agama asli, tidak berada di bawah agama manapun. 


Meski begitu, pemerintah setempat mengusulkan agar mereka memilih agama yang resmi dan menikah ulang supaya sah di mata negara sehingga bisa mendapatkan akta kependudukan. 


“Padahal sebenarnya, di dalam upacara adat mereka sendiri itu sudah sah. Hampir seluruh warga masyarakat memahami dan mengakui bahwa perkawinan itu sah, karena dilakukan secara adat, mengundang banyak orang dan melibatkan berbagai macam ritual,” kata Margaretha. 


Mengkhianati Hati Nurani 


Keteguhan hati para penganut kepercayaan Kaharingan menunjukkan bahwa mereka tak mau mengkhianati kata hatinya. Jika mereka pindah keyakinan, secara administrasi mungkin menguntungkan. Namun nurani mereka dipertaruhkan, dilukai dan dinodai. 


“Memaksa menggunakan agama baru membuat mereka merasa memakai agama palsu. Hanya untuk memenuhi kebutuhan negara, mereka terpaksa masuk ke agama Kristen atau Islam. Kalau masuk secara sukarela karena perubahan cara pandang itu tak masalah. Tapi banyak yang terpaksa memilih salah satu agama dengan alasan supaya dapat pengakuan dari negara. Ini sama saja kejahatan yang dilakukan negara,” tegas Margaretha. 


Perlu keberanian ekstra bagi penganut Kaharingan untuk bicara kepada negara dan menuntut pengakuan atas keyakinan yang dianutnya. Kata Margaretha, kalau pemerintah tak mengakui keyakinan itu, maka penganut Kaharingan juga tak mengakui negara. 


Kata Margaretha, sikap penganut Kaharingan sudah tegas, pemerintah tidak punya hak untuk melarang mereka mempercayai sebuah keyakinan yang ada di pikiran dan hati nurani. 


Terpaksa Kompromi 


Namun, ada juga penganut Kaharingan yang terpaksa ‘mengkombinasi’ keyakinan. Secara adiministrasi pemerintahan mereka menganut Kristen atau Islam. Namun praktek di lapangan, mereka tetap menggunakan ritual lama. Ini dilakukan sebagai cara untuk bertahan di tengah intimidasi. 


Untuk itulah para penganut Kaharingan menuntut pengakuaan dari pemerintah sehingga mereka tak perlu terus berpura-pura sementara batin terluka. 


Baca sebelumnya: Agama Kaharingan: Penciptaan Alam, Tuhan dan Suku Dayak


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending