"Saya merasa hanya orang biasa pada umumnya, bukan tokoh besar dan penting untuk ditulis dalam sebuah buku biografi sosial," kata Teten Masduki, pegiat antikorupsi yang kini maju sebagai kandidat wakil gubernur Jawa Barat bersama Rieke Dyah Pitaloka yang diusung PDI Perjuangan. Kalimat itu ditulis Teten dalam buku "Teten Masduki, panglima domba melawan korupsi" yang diluncurkan di Jakarta, Selasa (12/2). Buku ini ditulis dua wartawan Kompas Ahmad Arif dan Ilham Khoiri.
Dalam diskusi yang dipadati pengunjung di sebuah toko buku di bilangan Matraman Jakarta Pusat ini, tampak kawan-kawan lama Teten Masduki antara lain pengacara senior Adnan Buyung Nasution dan Todung Mulya Lubis, wartawan senior Budiarto Shambazy, rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan dan koordinator ICW Danang Widoyoko. Di barisan lain juga terlihat penulis novel Ayu Utami dan pengacara muda Alexander Lay.
Mengomentari judul buku yang diluncurkan, Anis Baswedan mengutip pepatah Arab yang berbunyi, "Sekelompok domba yang dipimpin (panglima) singa akan mengalahkan sekelompok singa yang dipimpin domba." Di mata Anis Baswedan, sosok Teten adalah singa itu sendiri. "Saya mendengar nama kang Teten ketika saya masih di Amerika Serikat. Mendengar keberanian kang Teten mengungkap kasus (bekas Jaksa Agung) Andyi Ghalib. Waktu itu saya bertanya-tanya, siapa orang gila ini?"
Bagian pertama buku ini memang menceritakan pengalaman Teten ketika dikejar-kejar para pendukung Andi Ghalib ketika hendak mengadakan diskusi di Makassar. Teten terpaksa dilarikan dari hotel tempatnya menginap, bahkan tanpa sempat mengambil tas dan baju ganti, ke sebuah kantor partai yang satu atap dengan perguruan silat Tapak Suci. Tapi karena faktor keamanan yang tak kunjung reda, Teten harus dipindah lagi dan diminta menginap di kantor polisi dengan penjagaan ketat.