Koordinator Monitoring Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas mengatakan, lembaganya menemukan indikasi korupsi karena Freeport Indonesia tidak membayar penuh royalti ke pemerintah sejak 2002-2010. PT Freeport Indonesia juga semestinya menambah besaran royalti menjadi tiga persen sejak tahun 2000, namun belum dilaksanakan.
"Mungkin dalam beberapa waktu ke depan kita akan laporkan ke KPK. Mulai dari kurang bayar hingga potensi. Nanti KPK akan melihat mana yang mengandung tindak pidana korupsi, kerugian negara, atau gratifikasi. Kekurangan royalti dari tarif yang ada berdasarkan kontrak itu 176 juta dollar . Kalau dilakukan renegosiasi sejak tahun 2000 saat sudah ada perubahan tarif, nilainya menjadi sebesar 738 juta dollar atau sebesar 6,6an triliun rupiah.
Koordinator Monitoring Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas menambahkan, ketentuan penambahan royalti tersebut sudah tercantum dalam PP no 13 tahun 2000. PP tersebut mengharuskan pembayaran royalti tambang asing minimal tiga persen. Namun Freeport hanya membayar royalti sebesar satu persen saja.