KBR, Jakarta – LSM Perempuan Flower Aceh menilai meski hampir 10 tahun Undang Undang Pemerintah Aceh diberlakukan, namun tidak ada pengaruhnya terhadap pemberdayaan dan perlindungan perempuan.
Menurut Ketua Dewan Pengawas Flower Aceh Khairani Arifin, meski telah lima tahun aturan turunan tentang perlindungan perempuan dibuat, namun implementasinya nihil. Ia mengungkapkan, angka kekerasan terhadap perempuan di Aceh masih terus meningkat. Selain aturan turunan tentang perlindungan perempuan, sekitar 70-an qanun lainnya juga belum terlihat implementasinya
“Jadi kalau kami melihat substansinya sebenarnya ini kan sebuah kemajuan. Undang-undang seperti ini ada pasal khusus yang mengatur tentang pemberdayaan dan perlindungan perempuan, saya pikir itu hal yang penting,” ungkap Khairani kepada KBR.
“Nah, masalahnya adalah pelaksanaan dari Undang Undang itu sendiri ya. Pasca pemberlakuan Undang Undang Pemerintahan Aceh itu kan sudah dibuat satu qanun khusus sebagai turunan UU P, qanun pemberdayaan dan perlindungan perempuan. Nah masalahnya sejak qanun itu diundangkan pada 2009 itu implementasinya kan tidak terlihat ya, aturan pelaksanaan dari qanunnya itu ada yang belum selesai dibuat. Ada beberapa yang sudah selesai tapi tidak dilaksanakan sama sekali.”
Khairani Arifin menambahkan, pihaknya telah memberikan laporan pengaduan terkait tingginya angka kekerasan perempuan, namun perhatian pemerintah daerah dinilai kurang.
Tahun ini, memperingati 10 tahun pemberlakuan Undang Undang Pemerintah Aceh, lembaganya juga akan meluncurkan laporan kekerasan terhadap perempuan di Aceh, berdiskusi bertemu dengan pemerintah daerah dan pihak terkait serta meminta penambahan anggaran untuk pemberdayaan dan perlindungan perempuan Aceh.
Sejumlah masyarakat Aceh terus mengevaluasi pengaruh pemberlakuan Undang-undang Pemerintahan Aceh nomor 11 tahun 2006 bagi masyarakat, khususnya pada kelompok perempuan.
Evaluasi dilakukan melalui diskusi, penelitian, kajian-kajian, untuk memperingati 10 tahun pemberlakuan UU Pemerintahan Aceh. Koalisi masyarakat sipil berpendapat bahwa perempuan telah menjadi korban, tidak dilindungi, sebagai akibat dari penerapan hukum Syariah di Aceh. Mereka menghadapi kesulitan dalam memperoleh keadilan, stigmatisasi, intimidasi dan kekerasan.
Editor: Antonius Eko