Bagikan:

Meriahnya Tradisi Maulid di Banyuwangi

Ribuan butir telur diarak dalam Festival Endhog-endhogan yang digelar oleh Pemkab Banyuwangi Jawa Timur, Kamis (30/01). Nama festifal diambil dari kata endhog dalam bahasa Jawa berarti telur.

NUSANTARA

Kamis, 30 Jan 2014 21:10 WIB

Author

Hermawan

Meriahnya Tradisi Maulid di Banyuwangi

Tradisi Maulid, Banyuwangi

KBR68H, Banyuwangi - Ribuan butir telur diarak dalam Festival Endhog-endhogan yang digelar oleh Pemkab Banyuwangi Jawa Timur, Kamis (30/01). Nama festifal diambil dari kata endhog yang dalam bahasa Jawa berarti telur.

Festival yang diselenggarakan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW ini diikuti oleh ribuan peserta yang terdiri atas pelajar mulai tingkat sekolah taman kanak-kanak (TK) hingga SMA, komunitas sanggar, dan perwakilan kelurahan se-Kabupaten Banyuwangi.
 
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Mohammad Yanuarto Bramuda mengatakan, tema besar festival tahun ini adalah arak-arakan Endhog-endhogan. Festival ini menampilkan suguhan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. “Tema gugus yang ditampilkan belum pernah diangkat sebelumnya,” ujar Bramuda.

Gugus pertama mengisahkan masuknya Islam di Bumi Nusantara. Melalui aksi teatrikal, barisan ini akan menceritakan soal kisah awal Sunan Kalijaga menjadi salah satu Wali Songo hingga perjalanan dakwah yang dilakukannya melalui seni. Pada gugus ini juga akan ditampilkan gending-gending yang pernah dibawakan oleh Sunan Kalijaga seperti Dandanggula, Semarangan dan Lir-Ilir.
 
Sedangkan pada gugus kedua membawakan tema masuknya Islam di Bumi Blambangan dengan mengangkat kisah Syech Maulana Ishak dan Sekar Dalu. Para peserta di gugus ini mengisahkan Syech Maulana Ishak yang berhasil menyembuhkan putri kerajaan Blambangan, Putri Sekar Dalu, hingga akhirnya keduanya menikah. Setelah menjadi bagian keluarga kerajaan, Syech Maulana pun mengembangkan ajaran Islam dari dalam Istana.
 
Sementara, pada gugus ketiga menceritakan kisah awal endhog-endhogan di Banyuwangi yang konon diawali pada tahun 192. Aksi teatrikal gugus ini menggambarkan pertemuan di Bangkalan antara Mbah Kyai Kholil, pimpinan Ponpes Kademangan Bangkalan dengan KH. Abdullah Fakih. Fakih adalah pendiri Ponpes Cemoro Balak, Songgon, Banyuwangi. Dalam pertemuan tersebut, Kyai Kholil mengatakan, bahwa bunganya Islam telah lahir di nusantara (merujuk pada Nadlatul Ulama-red), yang dipersonifikasikan sebagai endhog. Kulit telur melambangkan kelembagaan NU sendiri, sementara isi telur melambangkan amaliyah.
 
Sepulang dari pertemuan tersebut, Kyai Fakih pun menyebarkan amanah tersebut dengan cara mengarak keliling kampung gedebog pisang yang telah dihias dengan tancapan telur-telur dan bunga, dengan disertai lantunan sholawat dan dzikir. "Inilah cikal tradisi endog-endogan yang ada di Banyuwangi," ujar Bramuda.

Pada gugus-gugus selanjutnya ditampilkan tema-tema dengan berbagai warna yang memiliki makna berbeda, seperti hijau, merah, kuning putih dan ungu. Pada gugus-gugus ini ditampilkan kreasi endhog-endhogan yang ditampilkan dengan aneka bentuk.

Dalam festifal ini, beberapa musik pengiring juga akan menyemarakkan arak-arakkan. Seperti musik bambu dan rampak bedug. Berbagai jenis hadrah juga akan ikut menyemarakkan arak-arakan ini seperti Hadrah Ishari, Isham, Al Banjari dan Hadrah Kuntul.

Editor: Anto Sidharta

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending