KBR68H, Jakarta - Wilayah konflik selama ini justru berdampak “positif” bagi perwira yang bersangkutan, termasuk wilayah Papua. Menurut Direktur Eksekutif Poengky Indarti, dengan dikirim bertugas ke wilayah konflik, itu semacam tahapan ujian bagi yang bersangkutan, yang apabila dinilai berhasil oleh atasan, maka dia akan dipromosikan.
“Soal nanti ada indikasi pelanggaran HAM, belum jadi perhatian utama, yang penting berangkat dulu,” tambah Poengky.
Sinyalemen Poengky bisa dihubungkan dengan keputusan dinaikkannya status tiga korem (komando resort militer) di Papua, dari yang sebelumnya dipimpin perwira menengah berpangkat kolonel, kini dipimpin perwira tinggi berpangkat brigjen.
Pada awal Juni 2012, Mabes TNI AD telah meningkatkan status sembilan Korem (komando resort militer), dari yang biasanya dijabat perwira berpangkat kolonel, menjadi dijabat brigjen. Korem yang naik status ini umumnya berada di wilayah perbatasan, seperti Kupang, Samarinda, Biak, Merauke, Sorong, Pekanbaru, Tanjungpinang, dan Manado. Khusus untuk Yogya, alasannya lebih politis, terkait dengan posisi Yogya sebagai daerah istimewa.
Khusus untuk Papua, tiga Danrem yang dijabat brigjen adalah Danrem Sorong Pandji Suko Hari Yudho, Danrem Biak FX Bangun Pratiknyo, serta Danrem Merauke Edy Rahmayadi. Sementara Danrem Abepura Jopye Onesimus Wayangkau, tetap berpangkat kolonel.
Status yang menyebut Papua sebagai kawasan bergolak, tergambar dalam paradigma TNI AD, bagaimana mengatasi gerakan bersenjata di Papua, sebut saja OPM. Dalam pandangan AD, gerakan bersenjata di Papua, perlu dihadapi dengan sistem kontra gerilya. Itu artinya satuan infanteri yang diturunkan. Secara kebetulan di Angkatan Darat, korps yang paling dominan adalah juga korps infanteri.
Menurut pengamat pertahanan Sri Yunanto, kebijakan TNI, khususnya TNI AD, terhadap isu Papua, juga tidak konsisten.
“Tergantung kebijakan atau selera pimpinan, yang ini bisa berdampak buruk di bawah, termasuk gesekan dengan aparat kepolisian, ujar Yunanto, yang juga mengajar di PTIK.
Yunanto menyebut salah satu kasusnya adalah wacana pembentukan Divisi Infanteri 3 Kostrad di Sorong, yang tidak jelas lagi perkembangannya. Kabar terakhir, keputusan KSAD yang mengalihkan komando Brigade Infanteri (Brigif) 22 Gorontalo, dari organik Kostrad menjadi organik Kodam VII/Wirabuana, berdampak pada kelanjutan program pembentukan Divisi Infanteri (Divif) 3 Kostrad.
Dalam catatan KBR68H, Brigif 22 yang berdiri sejak akhir tahun 2009, awalnya disiapkan sebagai embrio pembentukan Divif 3 Kostrad, dengan markas divisi direncanakan di Sorong, Papua. Salah seorang bekas Pangdam di Jawa, yang tidak bersedia disebutkan namanya, membenarkan tentang penangguhan program pembentukan Divif 3, dengan adanya pergantian status Brigif 22. Wacana pembentukan Divif 3 sendiri sudah dimulai sejak era KSAD Endriartono Sutarto (2001-2003).
Pengiriman Tentara ke Papua, Ujian Sebelum Promosi
KBR68H, Jakarta - Wilayah konflik selama ini justru berdampak

NUSANTARA
Kamis, 31 Jan 2013 12:24 WIB


tentara, papua
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai