KBR, Jakarta - Dokter dan ahli gizi masyarakat Tan Shot Yen menegaskan daun kelor tidak bisa menggantikan susu. Pernyataan itu dia sampaikan merespons rencana pemerintah akan mengganti menu susu menjadi daun kelor di program makan bergizi.
Tan menyebut daun kelor juga tidak bisa memenuhi gizi anak secara baik dan optimal. Sebab, zat besi dalam kandungan daun kelor bersifat nonheme atau inorganik. Sehingga, tidak banyak yang bisa diserap oleh tubuh manusia.
Tan menolak keras wacana penggantian susu dengan makanan berbahan daun kelor di dalam program makan bergizi. Ia meminta pemerintah tidak sembarangan menentukan makanan untuk kecukupan gizi anak.
"Ini adalah suatu perbandingan yang tidak apple to apple. Jadi enggak bisa sayur itu menggantikan protein hewani. Kalau buat saya, kelor saya anggap sebagai sayur kalau di dalam makanan bergizi gratis tersebut. Jadi tidak boleh menggantikan nutrisi protein hewani," ujar Tan kepada KBR, Kamis (26/12/2024).
"Namanya anak sedang tumbuh kembang, kamu jadikan dia vegetarian, kacau ini. Kita tahu bahwa anak mesti bisa tumbuh harus ada protein. Walaupun katanya di beberapa sayur proteinnya tinggi, tetapi protein ini tidak terbuat dari asam amino yang lengkap," ucapnya.
Dokter Tan mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam program makan bergizi.
"Ini sebenarnya pemerintah riset dulu enggak sih? Diskusi sama ahli gizi tidak?," ucapnya.
Tan menegaskan susu merupakan sumber kalsium yang baik untuk tumbuh kembang anak, sedangkan kelor secara umum hanya mengandung vitamin dan mineral.
Sebelumnya, pemerintah berencana mengganti susu dengan daun kelor dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Wacana ini pertama kali disampaikan Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana, yang menekankan pentingnya penyesuaian menu berdasarkan lokalitas daerah.
Menurut Dadan, telur ayam dapat memenuhi kebutuhan protein, sementara daun kelor mampu menyediakan kalsium sebagai pengganti susu.
Meski demikian, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko Pemmas) Muhaimin Iskandar menegaskan wacana penggantian tersebut masih berada pada tahap simulasi.
"Ya itu masih proses semua, ya, simulasi. Sinkronisasi pusat, daerah, lokalitas," ujar Muhaimin, Rabu (25/12/2024), dikutip dari ANTARA.
Baca juga: