KBR, Jakarta – Perempuan adat dan anak-anak hampir selalu terdampak ketika terjadi konflik terkait masyarakat adat. Sepanjang 2024, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) menerima 35 aduan dan 180 konsultasi dari masyarakat adat.
Manajer Litigasi PPMAN Ermelina Singereta mengatakan biasanya konflik yang melibatkan perempuan adat merupakan kriminalisasi. Mereka dilaporkan saat mempertahankan wilayah dan ruang hidupnya. Saat berkonflik, perempuan adat berpotensi mendapatkan kekerasan psikologis hingga fisik.
“Ada juga yang tertekan dan bisa berpotensi juga ada kekerasan seksual,” ujarnya di acara media briefing, di Jakarta, Selasa (18/12/24).
Erna menegaskan, mencerabut perempuan adat dari tanahnya berarti bakal menghilangkan pengetahuan adat. Di beberapa suku, perempuan adat punya peran penting dalam aspek sosial dan ekonomi.
“Seperti di NTT, perempuan punya warisan (pengetahuan) soal obat-obatan karena diajarkan turun-temurun, kalau dipindahkan, lama-lama pengetahuan itu hilang,” tuturnya.
Perlindungan untuk masyarakat adat, termasuk perempuan adat, masih minim. Itu sebab, ada kebutuhan mendesak agar DPR segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA).
RUU MHA kembali gagal disahkan DPR periode 2019-2024, meski sudah selesai dibahas di Badan Legislasi (Baleg) sejak 2020. Tujuh fraksi setuju membawanya ke paripurna sebagai RUU inisiatif DPR, sedangkan dua fraksi, Golkar dan PDI Perjuangan, menolak. RUU MHA mandek di meja pimpinan DPR.
Di DPR periode 2024-2029, RUU MHA masuk Prolegnas Prioritas 2025. RUU ini diusulkan oleh tiga anggota DPR dari fraksi Nasdem yaitu Sulaeman Hamzah, Martin Manurung dan Rudianto Lallo.
Koalisi Kawal RUU MHA, yang terdiri dari sejumlah lembaga masyarakat sipil, seperti PPMAN, WALHI, dan Kaoem Telapak, terus melakukan lobi-lobi ke anggota dewan untuk menggalang dukungan.
Menurut Veni Siregar dari Kaoem Telapak, hampir semua partai punya kepentingan soal masyarakat adat.
“Meski bukan satu fraksi semua setuju dengan RUU ini, tapi pasti ada yang punya kepentingan dengan masyarakat adat. Makanya kami lakukan lobi,” kata Vani.
Menurutnya, RUU MHA harus disahkan di masa kerja DPR 2025-2027, sebab memasuki 2028, anggota dewan akan fokus pada pemilu.
“Jadi harus dikejar di tahun pertama, pendekatan ke Badan Legislasi, ke fraksi harus terus dilakukan,” katanya.
Veni bilang, dua fraksi yang setuju RUU MHA segera disahkan, yakni Partai Nasdem dan PKB.
Baca Juga: