KBR, Jakarta - Indonesia memiliki kekayaan alam dan sumber daya alam yang tinggi. Namun, ironinya, banyak masyarakat Indonesia yang masih miskin dan hidup belum sejahtera.
Itu disampaikan Menteri Perencahaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Pambudy, dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, pada Jumat (13/12/2024).
"Selama ini Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Mulai dari gas, minyak, emas dan mineral-mineral yang lain. Mulai dari nikel hingga mineral tanah jarang atau rare earth yang selama ini sudah mulai kita manfaatkan. Dan ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kekayaan alam kita. Belum lagi kekayaan alam yang berasal dari laut, karena laut kita 70 persen daripada luas wilayah Indonesia yang saat ini belum dimanfaatkan dengan optimum. Dan dengan segala potensi sumber daya alam ini menjadi pertanyaan, mengapa Indonesia masih tertinggal dalam beberapa aspek jika dibandingkan dengan negara lain," kata Rachmat Pambudy.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy memaparkan, Indonesia memiliki potensi menjadi negara besar dunia pada 2045.

"Ekonomi Indonesia masuk 20 negara dengan ekonomi terbesar global. PDB kita tahun 2023 sebesar 1,4 triliun USD. Tetapi pendapatan perkapita hanya 4,940 USD. Ini menjadi urutan kelima di negara ASEAN. Jauh tertinggal dibanding Singapura yang sudah mencapai 84.734 USD, dan Brunei Darussalam 33.430 USD," kata Rachmat Pambudy.
Selain tertinggal dari Singapura dan Brunei Darussalam, pendapatan perkapita Indonesia juga tertinggal dari Malaysia sebesar 11.648 USD dan Thailand 7.171 USD.
Menurut Rachmat, pendapatan perkapita Indonesia hanya seperduapuluh dibanding Singapora dan sepersepuluh dibanding Brunei Darussalam.
"Kondisi ini sangat memprihatinkan dan sebagian yang menyebabkan ini adalah korupsi. Selain korupsi adalah ketidak efisinan. Berkali-kali Bapak Presiden mengatakan bahwa ICOR (Incremental Capital Output Ratio) kita sekitar 7, di catatan saya 6,2. Tetap saja ini rendah, dibandingkan Singapura (4,1), Korea Selatan (4,2), Cina (4,6) dan Malaysia (5)," kata Rachmat Pambudy.
Baca juga:
- Wapres: Indonesia Kaya, Banyak yang Ingin Memecah-belah Bangsa
- Kelas Menengah Turun atau Standar Miskin Rendah?
Paradoks Indonesia
Kondisi ini, menurut Rachmat Pambudy memperlihatkan sebuah paradoks.
"Indonesia mempunyai kekayaan alam yang berlimpah, kekayaan laut yang melimpah, tetapi kesejahteraannya masih jauh. Bukan hanya kesejahteraan, tapi indikator-indikator lain juga masih jauh sekali, seperti kecerdasan, kemudian indikator-indikator yang berkaitan dengan indikator negara maju," katanya.
Menurut Rachmat, penyebab semua itu adalah adanya kebocoran ekonomi yang tinggi, lemahnya tata kelola, belum optimalnya penerimaan negara dan tidak efisien penggunaan anggaran.
Kebocoran terjadi dari berbagai sisi, seperti kebocoran penerimaan negara, kebocoran dari pengeluaran negara dan kebocoran dari inefisiensi.
"Dan ini terjadi di semua lapisan dan juga terjadi di semua bidang. Mulai dari illegal mining, illegal logging, bahkan di industri sawit pun juga terjadi kebocoran," katanya.
Di sisi lain, dari sisi penerimaan negara, rasio pajak Indonesia terhadap PDB masih rendah di kisaran 10 persen.
"Padahal di negara-negara lain jauh di atas 10 persen. Di negara-negara seperti Malaysia kemudian juga Thailand itu sudah di atas 15 persen. Dan kebocoran ini sampai saat ini diperkirakan masih di atas 30 persen, dan kebocoran ini ternyata sudah berlangsung sejak 30 tahun yang lalu," kata Rachmat Pambudy.
Data Bappenas, kebocoran pemasukan negara dari potensi kerugian negara akibat penambangan ilegal, misalnya mencapai 7 miliar USD (sekitar Rp105 triliun per tahun).
Di tambah lagi, kebocoran yang disebabkan kerugian ekonomi akibat judi online, menurut Kementerian Kominfo, mencapai Rp900 triliun pada 2024.
"Masih ditambah lagi kebocoran-kebocoran lain karena belanja-belanja yang tidak pas, mulai dari belanja negara, sampai belajar rumah tangga. Belanja rumah tangga sampai belanja individu. Dan belanja individu itu terjadi pada hal-hal yang seharusnya sudah dilarang. Ada belanja narkoba," kata Rachmat Pambudy.
Sumber utama kebocoran APBN, kata Rachmat Pambudy, adalah korupsi yang melibatkan pengusaha, birokrasi, legislatif hingga penegak hukum.
Rachmat mengutip data Transparansi Internasional, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2023 skornya masih 34 dari 100, dan berada di peringkat 115 dari 180 negara.

Baca juga: