Bagikan:

Marak Aksi Intoleran di Indonesia, Apa Akar Masalahnya?

bukti negara masih belum mampu menjamin hak seluruh warga dalam Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB).

NASIONAL

Kamis, 19 Des 2024 19:38 WIB

Author

Shafira Aurel

Jalsah Salanah

Jemaat Ahmadiyah Indonesia meminta negara menjamin kebebasan beragama, setelah Jalsah Salanah atau pengajian tahunan di Manislor dilarang. Foto: KBR/Wahyu S

KBR, Jakarta - SETARA Institute mengungkapkan sejumlah faktor yang membuat aksi-aksi intoleran belakangan ini marak terjadi.

Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan mengatakan terdapat 2 faktor yang membuat aksi itu kian marak. Pertama, yakni dari faktor masyarakat. Meliputi rendahnya literasi identitas, penyempitan ruang diskusi, kemudahan menggunakan alat paksa hingga kemudahan memobilisasi orang untuk demo.

"Kemudian adalah faktor lain yaitu faktor di negara dan pemerintah ada tiga. Pertama, regulasi yang intoleran dan diskriminatif dan itu terjadi di tingkat nasional maupun di tingkat lokal. Kemudian rendahnya kapasitas aparatur negara atau pemerintah. Yang lain adalah soal penegakan hukum. Jadi kalau penegakan hukum nya tidak terjadi itu pasti ASN sulit untuk memberikan efek jera,” ujar Halili kepada KBR, Kamis (19/12).

Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan menambahkan maraknya aksi intoleransi yang terjadi belakangan ini menjadi bukti negara masih belum mampu menjamin hak seluruh warga dalam Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB).

Baca juga:

Halili pun mendesak agar Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat memastikan untuk tetap tegak lurus dengan jaminan konstitusional UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Menurutnya, tahun politik tidak boleh dijadikan sebagai alasan oleh Pemerintah untuk tidak hadir dalam kasus-kasus intoleransi.

Salah satu aksi intoleran yang baru-baru ini terjadi yaitu pelarangan kegiatan Jalsah Salanah atau temu nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) oleh Forkopimda Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan mengatakan, pelarangan tersebut merupakan ekspresi terbuka pelanggaran atas Konstitusi Negara. Pelarangan ini ditetapkan pemda setelah adanya penolakan dari kelompok-kelompok intoleran yang merasa keberatan dengan keberadaan JAI.

"Pelarangan tersebut merupakan bentuk ketundukan terhadap tekanan dari kelompok-kelompok intoleran. Dan ini menjadi tren yang sesungguhnya juga terjadi di banyak konteks ya, di Jawa Barat pada umumnya memang ada bentuk-bentuk ketundukan pemerintah daerah terhadap desakan, tekanan dari kelompok-kelompok selama ini memang kita catat menjadi pengusung intoleransi, diskriminasi dan bahkan persekusi," ucap Halili kepada KBR, Kamis, (5/12/2024).

Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan menilai tindakan pelarangan kegiatan JAI oleh pemerintah daerah Kuningan ini juga menunjukkan adanya ketidaktegasan dalam menegakkan prinsip-prinsip negara yang menjunjung tinggi keberagaman. Menurut dia, pemerintah seharusnya lebih berani dalam menghadapi tekanan kelompok intoleran dan melindungi hak-hak minoritas.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending