KBR, Jakarta- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Kapolri Listyo Sigit mengevaluasi penggunaan senjata api (senpi) oleh anak buahnya. Hal itu menyikapi maraknya penyalahgunaan senpi oleh polisi belakangan ini.
Menurut Peneliti KontraS, Hans Giovanny Yosua, polisi serampangan menggunakan senjata api. Akibatnya, banyak masyarakat menjadi korban.
"Kita mau berapa kali lagi orang yang mati karena tertembak senjata sampai kemudian perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi ini sebenarnya harus dilakukan secara mendasar dan menyeluruh. Bukan hanya sekedar evaluasi di atas kertas saja. Tetapi, juga untuk melihat untuk misalnya melakukan asesmen siapa anggota Polri yang dapat atau boleh memegang senjata api, dan yang tidak," ujar Hans kepada KBR, Minggu, (1/12/2024).
Peneliti KontraS, Hans Giovanny Yosua menilai penyalahgunaan senjata api oleh polisi hingga menyebabkan korban jiwa merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sangat serius.
"Lalu, kemudian juga untuk melihat apakah aturan mengenai penggunaan senjata api itu sudah sesuai atau tidak. Dan yang paling penting apakah sudah ada pengawasan baik secara internal maupun eksternal," imbuhnya.
Penembakan oleh Polisi
Sebelumnya, ada beberapa peristiwa penembakan dalam sebulan terakhir ini. Pertama, polisi tembak polisi di Solok Selatan, Sumatra Barat, hingga teranyar polisi menembak mati pelajar SMK di Semarang, Jawa Tengah.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat, selama 5 tahun, ada 34 kasus kejadian extrajudicial killing atau pembunuhan di luar pengadilan. Dengan korban lebih dari 94 orang mati ditembak polisi. Itu sebab, YLBHI mendorong kepolisian mengevaluasi secara maksimal penggunaan senjata api.
Pendampingan
Sebelumnya, terkait penembakan seorang siswa di Semarang, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengaku memonitor kasus tersebut lewat Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
Menteri PPPA, Arifatul Choiri Fauzi mengatakan, pemerintah pusat tak bisa langsung turun menangani peristiwa penembakan tersebut, lantaran sudah ada tugas pokok dan fungsi masing-masing.
"Kami berikan kepercayaan untuk mereka menyelesaikan," kata Arifatul di UGM, Sleman, DIY, Kamis, (28/11/2024).
Arifatul akan turun tangan apabila penanganan dan penyelesaian kasus penembakan di daerah mengalami kendala.
"Jadi, apa yang perlu kita koordinasi lebih lanjut," jelasnya.
Arifatul menegaskan, Kementerian PPPA tetap akan memberikan pendampingan keluarga korban.
"Pasti, pasti (ada pendampingan). Setiap korban selalu didampingi," pungkasnya.
Baca juga: