KBR, Jakarta- Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menilai gerakan gaya hidup hemat atau frugal living tahun depan berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi.
Wacana frugal living mengemuka dalam rangka memprotes kenaikan PPN menjadi 12 persen di 2025.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal menilai kebijakan ini kontraproduktif terhadap upaya pemerintah yang ingin mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.
"Frugal living itu sebetulnya untuk penghematan gaya hidup ya jadi artinya mengurangi konsumsi dan menambah dari sisi tabungan ya. Kalau buat ekonomi kan berarti sebetulnya konsepnya kan kalau makin banyak konsumsi makin bergerak ekonomi mendorong juga sektor-sektor produktif. Tapi kalau malah mengurangi konsumsi karena bukan hanya berhemat tapi juga karena keterbatasan dari sisi income, nah ini kan Justru malah menahan laju pertumbuhan ekonomi," kata Faisal kepada KBR (23/12/2024)
Faisal juga menyoroti kondisi kelas menengah yang saat ini dinilai paling terkena dampak pengetatan fiskal, termasuk di antaranya kenaikan PPN 12 persen sehingga daya belinya menurun.
Dia meminta pemerintah mengevaluasi setiap untuk memastikan tak ada yang kontraproduktif terhadap perbaikan daya beli. Ia mendorong masyarakat menengah justru diberikan insentif tambahan, alih-alih dibebankan oleh kenaikan pungutan PPN.
"Karena kelas menengah ini selama bertahun-tahun bukan hanya pada saat pandemi tapi setelah pandemi terus mengalami penurunan daya beli. Jadi artinya justru malah harus ada dorongan insentif yang lebih bukan malah menambah bebannya. Jadi memang sebaiknya dipertimbangkan lagi oleh pemerintah untuk menambah beban pada sisi perpajakan, termasuk PPN 12 persen ini," tambahnya.
Baca juga: