KBR, Jakarta- Badan Karantina Indonesia (Barantin) melaporkan sudah ada 32 provinsi di Indonesia yang tertular African Swine Fever (ASF) atau demam babi. Puluhan provinsi itu antara lain Papua, Papua Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Di Papua Tengah misalnya, tercatat ada 6.273 ekor babi mati akibat ASF pada Januari 2024.
Kepala Barantin, Sahat Manaor Panggabean menyebut, demam babi tidak menular ke manusia, namun tingkat kematian pada hewan ternak hingga 100 persen.
"Hingga saat ini di Indonesia belum ada vaksinnya. Nah, kalau dulu ada kasus flu burung kita punya vaksin, selesai urusannya, unggas-unggas kita aman. Kemarin ada PMK untuk sapi kita punya vaksin selesai urusannya. Ini untuk babi belum ada vaksinnya hingga saat ini, inilah yang menjadi kekhawatiran kita. Saya pikir akan ada pembicaraan lebih lanjut," ujar Sahat dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi, secara daring, Senin, (16/12/2024).
Kepala Barantin, Sahat Manaor Panggabean menilai, perlu ada pengetatan pengawasan di perbatasan dan pintu-pintu masuk. Sebab, transmisi penularannya virus tersebut bisa terjadi melalui produk, kendaraan, dan alat yang terkontaminasi.
"Tapi, tantangannya, tidak semua pelabuhan atau pintu masuk yang sudah ditetapkan oleh negara. Ada juga seperti pelabuhan-pelabuhan rakyat, pelabuhan untuk kepentingan khusus. Yang kemungkinan ada pergerakan di sana, ini semua potret distribusi penyakit ASF di Indonesia," kata Sahat.
Edukasi
Sahat menyebut, perlu ada edukasi dan komunikasi kepada masyarakat dan pemerintah daerah untuk memberikan perhatian terhadap wabah demam babi atau ASF.
Kepala Barantin, Sahat Manaor Panggabean juga meminta kepala daerah segera melapor ke Badan Karantina atau Kementerian Pertanian jika mendapati ada kasus ASF di wilayahnya. Tujuannya, agar kasus itu segera tertangani.
"Seperti kalau ada kasus jangan dibuang, tapi kita bakar atau kubur. Beberapa tahun lalu dibuang ke sungai, itu yang menyebabkan percepatan penyebaran virus ini," kata Sahat.
Sahat menambahkan, akan ada rapat koordinasi soal demam babi dengan para menteri dan pemerintah daerah terkait, Rabu, 18 Desember 2024. Namun, ia tak memerinci agenda tersebut. Sahat juga tak menjelaskan bagaimana proses munculnya penyakit ini di Indonesia, dari mana asalnya, dan sejak kapan.
Baca juga: