KBR, Jakarta - Lebih dari 30 organisasi perempuan dan intelektual yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM memberikan tujuh catatan kegentingan terkait perhelatan Pemilu 2024.
Ketujuh catatan tersebut meliputi (1) kerawanan demokrasi yang tercermin dari praktik nepotisme, oligarki korupsi, hingga penyalahgunaan kewenangan melalui hukum; (2) hak sipil dan politik perempuan yang terkait dengan representrasi perempuan di parlemen dan situasi perempuan pembela HAM; (3) pemiskinan perempuan; (4) pengabaian atas kekerasan seksual dan kesehatan reproduksi perempuan; (5) ketidakadilan iklim dan pangan, politik lingkungan yang eksploitatif serta meminggirkan perempuan; (6) keragaman identitas dan interpretasi yang mendiskriminasikan perempuan; dan (7) penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu yang tak tuntas.
Perwakilan Koalisi dari Yayasan Kesehatan Perempuan, Zumrotin K. Susilo prihatin dengan tontonan tak demokratis yang diperlihatkan para politikus, baik di pilpres maupun pileg. Kata dia, mereka mengabaikan kepentingan rakyat, termasuk perempuan.
"Mereka (politikus) berteriak terus tentang demokrasi, tidak ada yang ditinggalkan, tapi substansi demokrasi itu tidak pernah diartikan dengan benar. Demokrasi macam apa yang di(per)tontonkan oleh mereka?," kata Zumrotin di Komnas Perempuan, Jumat (22/12/2023).
Zumrotin menegaskan tidak ada satu negara pun yang bisa mewujudkan cita-citanya, misalnya, untuk menyejahterakan masyarakat dan menciptakan SDM berkualitas, tanpa melibatkan perempuan.
"Harusnya capres-cawapres ajaklah kita (perempuan) untuk berbicara dan dengarkanlah kita, untuk kemudian memasukkan apa yang menjadi agenda-agenda apabila mereka nantinya terpilih," imbuhnya.
Zumrotin khawatir perempuan di pentas politik hanya dijadikan pelengkap, bukan dilibatkan secara substantif.
"Paling tidak sekarang ini, parpol yang mendaftar di KPU, ada yang masih belum 30 persen (keterwakilan perempuan). Itu menandakan kita mundur sekali," tutur Zumrotin.
Baca juga:
Keluarga Korban Pelanggaran HAM Tantang Capres-Cawapres Teken Kontrak Politik 100 Hari
Perjuangan Panjang Jumiyem demi Pengesahan RUU PRT
Pada kesempatan yang sama, Anis Hidayah, Komisioner Komnas Perempuan, menyoroti nasib para perempuan korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Minimnya data riil yang dimiliki negara menunjukkan bahwa isu gender dalam kasus HAM berat masa lalu, kurang mendapat perhatian.
"Mereka sekian puluh tahun menderita, trauma, tidak ada perhatian dari negara. Hak-hak dasarnya juga tidak terpenuhi, bahkan banyak yang sudah meninggal," tutur Anis.
Anis juga menegaskan bahwa tuntutan penyelesaian kasus HAM masa lalu bukanlah isu politik lima tahunan. Sebab, para korban setiap hari menuntut haknya atas kebenaran dan keadilan.
"Bagaimana proses yudisial juga didorong. Meskipun mulai ada pengakuan, tapi itu saja tidak cukup dan mulai ada rencana pemulihan tetapi sampai hari ini belum menunjukkan bagaimana mekanisme yang jelas," Anis menekankan.
Bertolak dari berbagai catatan kegentingan itu, Koalisi menyampaikan deklarasi bertajuk "Perempuan Tidak Boleh Ditinggalkan, Suara Perempuan Menentukan". Deklarasi berisi tujuh tuntutan:
1. Penegakan demokrasi dan supremasi hukum. Pemilu baik legislatif maupun pilpres harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Penyelenggara pemilu harus kompeten, berintegritas, dan melindungi hak perempuan. Netralitas TNI-Polri dan ASN dalam Pemilu harus ditegakkan.
2. Pemenuhan hak sipil dan politik perempuan, serta representasi perempuan di parlemen. Pemenuhan HAM juga harus menjadi agenda prioritas.
3. Capres-cawapres harus menghapus praktik pemiskinan perempuan serta memastikan pemenuhan hak ekonomi dan sosial budaya; mendukung pelaku UMKM, melindungi pekerja informal, termasuk pekerja rumahan; memastikan adanya UU perlindungan pekerja rumah tangga, pekerja migran, pekerja perawatan, dan pengasuhan tak berbayar serta memberikan perlindungan sosial yang komprehensif.
4. Capres-cawapres menindaklanjuti UU TPKS, pembuatan peraturan turunan serta memperkuat layanan kesehatan seksual dan reproduksi bagi semua perempuan dan semua perempuan korban kekerasan seksual.
5. Capres-cawapres berjanji menerbitkan kebijakan tentang keadilan iklim, penghapusan praktik pengelolaan lingkungan yang eksploitatif, serta menyusun rencana aksi nasional perubahan iklim yang responsif gender, inklusi disabilitas, dan inklusi sosial.
6. Menghapus semua bentuk praktik diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan, perempuan lanjut usia, kepala keluarga, dan perempuan marjinal lainnya.
7. Penuntasan 12 kasus HAM berat masa lalu yang telah diakui negara, termasuk kekerasan seksual pada perempuan dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998.
Deklarasi Koalisi Penyelamat Demokrasi dan HAM digelar bertepatan dengan 95 tahun Gerakan Perempuan Indonesia yang lahir pada Kongres Perempuan pertama di Yogyakarta, 22 Desember 1928.