KBR, Jakarta -Tim Kuasa Hukum Penyidik KPK Novel Baswedan, menyayangkan tindakan tak berpihak Kepala Biro Hukum KPK atas keberangkatan kliennya ke Bengkulu hari ini. Anggota Tim Kuasa Hukum, Revan Tambunan yang mendampingi Novel di Bareskrim tadi pagi mengatakan keberangkatan Novel yang terburu-buru juga diusulkan Kabiro Hukum KPK yang merupakan polisi aktif dan berasal dari Bareskrim.
Revan menyebut pelimpahan Novel Baswedan ke Bengkulu hanya mencari-cari alasan untuk menahan Novel.
"Kami minta pelimpahan ke Bengkulu ditunda Senin dan Kamis. Karena kan Novel tidak punya persiapan apapun. Penyidik ngotot supaya hari ini dilimpahkan. Kita sayangkan adalah Kabiro Hukum KPK justru kesannya adalah berpihak kepada penyidik kepolisian bukan Novel," jelas Tim Kuasa Hukum Novel, Revan Tambunan, Kamis (03/12).
Pagi tadi sekitar pukul 10.00 Novel Baswedan mendatangi Bareskrim Mabes Polri. Setelahnya Novel dibawa ke Kejaksaan Agung dengan alasan pemberkasan sebelum pelimpahan ke Kejari Bengkulu.
Kenyataannya di Kejaksaan Agung tidak ada pemberkasan atau pemeriksaan sama sekali. Novel sendiri saat ini sudah terbang ke Bengkulu sejak pukul 14 siang tadi dengan didampingi kuasa hukumnya dari LBH Jakarta.
"Bahwa akan dibawa ke Bengkulu, saya bilang silakan, karena memang TKPnya di Bengkulu. Prosedur hukum, sesuai dengan hukum acara harus kita ikuti. Ketika P21 sudah dinyatakan oleh jaksa penuntut umum, maka akan ada penyerahan tahap kedua, yaitu penyerahan berkas perkara dengan tersangkanya. Prosedur ini kita ikuti," kata Ruki di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (3/12).
Ruki melanjutkan, "bagaimana kalau tidak diikuti? Kepolisian memiliki
kewenangan yaitu yang disebut panggil jemput. Kalau itu terjadi, maka
secara fisik akan terjadi kurang baik, dan akan menimbulkan friksi yang
lebih jelek. Maka lebih baik kita ikuti."
Taufiqurrahman Ruki menambahkan, KPK tidak bermasalah apabila Novel
menunjuk kuasa hukum sendiri. Kata dia, KPK tetap memberikan
pendampingan hukum dengan mengirimkan tiga orang dari biro hukum untuk
mendampingi Novel di Bengkulu.
"Didampingi oleh kepala biro hukum KPK dengan dua orang fungsional.
Bahwa Saudara Baswedan menunjuk pengacara lain, itu adalah hak dia. Tapi
kami dari institusi memberikan bantuan hukum secara penuh, termasuk
memenuhi panggilan ke Bengkulu, sepenuhnya dibiayai oleh kami," kata
Ruki.
Kasus Novel muncul setelah terjadi
perseteruan antara KPK dan Mabes Polri yang dikenal dengan istilah Cicak
Buaya jilid 2. KPK pada 2012 tengah menyidik dugaan korupsi simulator
Surat Izin Mengemudi dengan tersangka jenderal bintang dua Dirlantas
Mabes polri Djoko Susilo. Tiba-tiba kepolisian menjadikan Novel Baswedan
koordinator Tim KPK dalam kasus simulator sebagai tersangka
penganiayaan sewaktu masih bertugas di kepolisian Bengkulu pada 2004.
Pada Jumat malam 5 Oktober 2012, puluhan
anggota Brigade Mobil mengepung gedung KPK, berusaha menangkap Novel.
Ratusan relawan antikorupsi lantas menyerbu KPK, membentengi lembaga
antirasuah itu dari serbuan polisi. Perseteruan Cicak Buaya yang
semakin memanas itu lantas membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
kemudian memerintahkan kepolisian untuk mengesampingkan perkara.
Belakangan dalam kasus korupsi simulator SIM itu, Djoko Susilo dihukum
18 tahun penjara.
Editor: Rony Sitanggang