KBR, Jakarta - Presiden Joko Widodo meminta pandangan Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) terkait hukuman mati. Jokowi mengatakan hal ini berkaitan dengan eksekusi mati untuk pengedar narkoba.
Namun Jokowi tak menjawab apakah lima terpidana mati akan dieksekusi akhir bulan ini. Selain Jokowi juga meminta pandangan terkait dengan terorisme dan radikalisme.
"Kami menyampaikan yang pertama yang berkaitan dengan hukuman mati, terutama untuk pengedar narkoba, kami meminta pandangan dari Nahdatul Ulama, yang kedua yang berkaitan dengan terorisme radikalisme ektrimisme,” kata Jokowi di kantor PBNU, Rabu (24/12).
Presiden Joko Widodo sebelumnya menolak grasi lima narapidana yang terkait kasus narkoba karena alasan menghancurkan masa depan bangsa. Jokowi menyatakan, hukuman mati sebagai shock therapy bagi pelaku penyelundupan narkoba.
NU Dukung Hukuman Mati
Sementara itu, Pengurus Besar Nahdatul Ulama mendukung hukuman mati yang akan diterapkan pemerintah kepada pengedar narkoba. Ketua PBNU Said Akil Siradj mengatakan, hukuman mati sesuai dengan Alquran yang menyatakan orang yang merusak muka Bumi ini harus dibunuh.
"Nahdatul Ulama mendukung hukuman mati kepada pengedar narkoba, sesuai dengan Alquran, orang yang membuat rusak di muka Bumi, harus dibunuh atau dipotong kedua tangan dan kaki atau disalip atau dibuang ke laut. Sesuai juga dengan undang-undang dasar 1945, pasal 28 c ayat 2,” kata Said di kantornya.
Berdasarkan data dari Kejaksaan Agung saat ini tercatat 136 terpidana yang menunggu eksekusi hukuman mati. Dari jumlah tersebut, 64 diantaranya tersangkut pidana narkotika dan dua lainnya terpidana terorisme. Hingga kini, baru lima terpidana yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Editor: Antonius Eko