KBR, Jakarta - Dewan Pers mempertanyakan landasan hukum kepolisian mempidanakan Pemimpin Redaksi koran berbahasa Inggris, Jakarta Post dalam kasus penistaan agama.
Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo mengatakan, kasus yang dilakukan oleh Jakarta Post adalah kesalahan kode etik yang menjadi wewenang Dewan Pers dan sudah dijatuhi hukuman serta dianggap sudah selesai kasusnya. Menurut dia, apa yang dilakukan kepolisian ini sudah masuk dalam kategori kriminalisasi media yang dilakukan oleh negara.
“Tadi pagi juga ada berita simpang siur bahwa ini karena ada pendapat dari Dewan Pers maka proses ini dilanjutkan, saya kira ini tidak benar karena pendapat Dewan Pers ini sudah final selesai melalui mekanisme Dewan Pers dan besok kami akan coba menemui pimpinan Polri atau Kabareskrim untuk menanyakan masalah ini," kata Yoseph.
"Saya kira Polri memang tidak boleh menolak laporan tetapi Polri juga jangan kalah dengan tekanan dari kelompok kelompok tertentu. Saya kira mekanisme dan undang-undang per situ tetap harus di hormati karena ada MoU antara Kapolri dan Dewan Pers,” tambahnya kepada KBR saat dihubungi, Kamis (12/12) malam.
Yoseph Adi Prasetyo menambahkan pihaknya juga sudah mengirimkan surat kepada Kapolri untuk meminta hasil laporan tim ahli dari dewan pers yang digunakan penyidik dalam kasus ini. Selain itu kata dia, dewan pers akan memantau perkembangan kasus ini dan terus memberikan pertimbangan kepada penyidik sesuai isi nota kesepahaman antara Dewan Pers dan Kapolri.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Penistaan agama yang dimaksud terkait dengan gambar karikatur ISIS yang dimuat di Jakarta Post edisi 3 Juli 2014. Maidyatama dijerat Pasal 156 huruf a KUHP tentang Penistaan Agama dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara.
Editor: Pebriansyah Ariefana